Skip to main content

Posts

Showing posts from 2015

Semangat Berbagi Kepedulian di Bulan Dana PMI

Lomba menulis blog berhadiah voucher belanja dengan nilai total Rp 15 juta ini adalah kerjasama Citizen6 dengan PMI  Tidak ada yang mampu memastikan bahwa seseorang akan baik-baik saja, atau bahkan mengalami masalah suatu ketika. Konflik yang berkecamuk mengambil senyum dan kebahagiaan orang-orang. Hidup seperti berada dalam lingkaran penderitaan. Mereka bisa jadi orang-orang yang kita kenal. Adik, kakak, ibu, ayah, teman bahkan kekasih tercinta. Manusia yang bisa saling merasakan sakit pada sebagian yang lain. Seperti dikatakan bahwa tidak ada korban yang menginginkan itu semua. Bencana maupun situasi tidak menyenangkan membuat segala harapan hilang. Begitu banyak yang kita saksikan ketika anak-anak kecil menangis di tempat pengungsian. Mereka dalam keadaan lapar dan tidak bisa berbuat apa-apa. Sementara kita masih bisa memilih jenis makanan apa saja.  Atau ketika angin malam mengusik tubuh renta mereka, sekujur tubuh tanpa pelindung. Apakah kita sanggup bertukar tem

Cerpen 'PRIA' di Padang Ekspres, 13 Desember 2015

Aku kenal dengan seorang pria beberapa bulan lalu. Pria yang mengingatkan aku pada sosok ayahku. Ia terlihat begitu dewasa dan perhatian sekali. Rambutnya klimis dan punya senyum yang manis. Aduh pokoknya seperti itulah. Aku suka mengingat saat-saat ia-entah benar atau tidak- selesai mengantarkan saudaranya di bandara dan ia singgah di tempatku bekerja. Ia pura-pura berdiri di depan toko dan bersiul-siul seperti kode agar aku menyahut siulannya pula. Aku hanya bisa tersenyum dan melihat lirikan matanya yang genit. Kusodorkan telapak tanganku menyambut uluran tangannya. Kalau saja semua pria bertindak seperti itu, aku yakin banyak perempuan yang akan jatuh cinta. Toh tidak ada yang buruk dari penglihatanku tentangnya. Kulitnya yang berwarna kuning kecoklatan itu tampak seperti lelehan krim yang nikmat. Aku terkesiap saat ia menjepit jemariku dan berkata, “Kau cepat sekali tertidur.” Aku tertawa sebentar. Membetulkan letak rambutku di belakang telinga. “Ah iya. Kau kan tahu aku suka

Sketsa Wajah by Cikie Wahab

Cerpen "Dalam Pekat Asap" Batam Pos, 15 November 2015

Wanita itu melihat dirinya yang telah berjalan beberapa kilometer dari tempat yang penuh kabut asap. Kini ia berada dalam ruangan yang menyala. Cermin di depannya  juga bercahaya di terpa lampu, memunculkan pantulan yang ia lihat dengan kesal. Ia kemudian menyeka wajahnya yang lusuh dan kuyu. Kedua matanya memerah dan kantong matanya menghitam, hidungnya berat menghirup udara. “Sudah kubilang kau tak usah kemari.” Ia mendengar perkataan Lusiana tentang kenekatannya ikut dalam rombongan media dan masuk ke lokasi pembakaran. Asap  tampak seperti kabut yang membungkus penglihatan. Seperti gumpalan yang menyesak di dada dan darahnya. “Jadi relawan demi Tio? Bodoh sekali.” Lusiana lagi-lagi berkata seperti itu. Menaruh beberapa masker ke dalam kotak dan menyodorkan satu ke hadapan Tiara, nama wanita itu. “Apa cintamu sebegitu gilakah, Tia?” Tiara menoleh dan diam sejenak. Ia lalu menyunggingkan senyumnya. “Aku suka kota ini.” Peluknya pada Lusiana. *** Tiara menghela nap

Stasiun Luar Angkasa dan Tokoh "Heroik" di Dalamnya (2)

Episode 2 Entah bagaimana mulanya Rudolf tampak bersemangat tentang cita-cita anehnya tersebut. Padahal Modi tak mengerti apapun tentang yang diinginkan sahabatnya itu. “Sudah susah payah orang tuaku memberi nama sekeren ini agar kelak aku benar-benar bisa jadi orang berhasil di seluruh dunia.” “Lalu apa yang salah dengan nama lain? Bukankah orang tuamu juga sudah berhasil. Kau sendiri masuk dalam daftar lelaki tampan yang maaf, agak payah dalam pelajaran matematika. Bahkan kau mudah lelah jika adu lari bersamaku.” Modi geleng-geleng kepala, menunggu Rudolf meluncurkan pembelaan diri. Tentu Rudolf meyakinkan si penerima surat elektrik yang akan ia kirimi itu bahwa ia adalah sosok yang  patut diterima menjadi pahlawan di luar angkasa. “Jangan terburu-buru. Kau harus mengkalkulasikan banyak hal sebelum berangkat. Missal di sana usiamu akan terasa lebih panjang. Kau juga harus tahu nama stasiun di angkasa seperti Dos 2, Salyut, Cosmos, Mir, Skylab, Mir 2/Polyus dan ISS. Untuk

Stasiun Luar Angkasa dan Tokoh "Heroik" di Dalamnya

foto: internet Episode 1 Rudolf tahu, ia tidak akan mencoba memposisikan dirinya sebagai alien. Rudolf hanya ingin pergi keluar dari rumah dan menemukan ketenangan. Padahal di rumah tak ada yang menganggunya. Orang tuanya begitu sibuk dan segala yang ia inginkan terpenuhi. Sebagai anak tunggal, Rudolf hanya ingin mencari perhatian seseorang. Ia pikir begitu dan mencoba mendaftar sebagai relawan ke stasiun luar angkasa. Mendengar itu Modi tertawa terbahak-bahak. Memberinya satu artikel dalam laman internet, bahwa ia tak punya cukup koneksi ke sana. Manusia memang pindah secara permanen tahun 2000 dan enam astronot akan tinggal di sana secara bergantian dan biasanya selama enam bulan. Rudolf mengangguk-angguk. Ia mungkin bisa menggunakan sebagian uang miliknya untuk mendaftar dan melakukan eksperimen di ruang angkasa atau bahkan ialah yang akan dijadikan eksperimen itu sendiri. Rudolf mulai bergidik ketika Mom mengatakan ia bisa saja ditinggal di sebuah ruang antarik

Cerpen Kita Pernah Jatuh dalam Kesedihan yang Sama. Media Indonesia, 30 Agustus 2015

Setiap kali suasana kesedihan itu muncul, Budiman melihat perempuan bertudung biru berdiri di pintu dan bertanya, apa ada kiriman yang datang untuk seseorang bernama Mira dari seseorang bernama Santo. Budiman mendengarnya dan langsung mengobrak abrik daftar kiriman dan sebentar-sebentar mengecek ke gudang lalu muncul di hadapan perempuan itu dengan gelengan lemah tanpa rasa lelah sedikitpun. Budiman tahu itu akan membuat perempuan yang berdiri di depannya menjadi kecewa dan hal tersebut membuat Budiman semakin bersedih melihatnya. Kali ketiga kedatangan perempuan itu, membuat Budiman semakin memiliki perasaan erat akan kesedihan yang dibawa oleh perempuan bertudung biru. Budiman tidak tahu harus berkata apa selain memaksa bibirnya untuk terus tersenyum dan menyusuri bayang-bayang rambutnya dari balik tudung biru yang tipis. Tidak dihiraukannya panggilan Emilia, rekan sekerja yang duduk di sebelahnya, mengutuk-ngutuk orang-orang yang meminta pelayanan cepat di kantor pos pengiri

Sajak Cikie Wahab

Di muat di Riau Pos. 9 Agustus 2015 Pelupa Kata Ada yang kuingat dalam limbung tubuhmu Jatuh ke ceruk khayalku Sepenuh rindu yang meruap Menyesap membayangi diri sendiri Dalam waktu tertentu Kita bisa menjadi apapun Memanjang berpilah-pilah pintu Mengerut tak ingin diganggu Tak ada yang bisa menahan kita Dari rasa dahaga yang murka Sekali sentak kita lengah Segalanya jadi musnah Dan kemunculan wajah-wajah Tak ada bedanya dari masa ke masa Mencoba melupakan kata Yang pernah membusungkan dada “Jangan kau hina burukku. Di situ celah kepasrahan tiba.” “Jangan resahmu kau pinta. Ada yang kelak kehilangan jua.” Pantun tak bernama Kasih tak bertuan punya Turun ke dalam diri Belajar menjadi sepi dari pertemuan ini Sekali saja beri aku sirih Agar sumpah kehilangan perih Agar mulut tak lagi berbuih Di halaman terakhir Yang kelak kutulis takdir Tentang permainan kita Yang mengagungkan kata Lekat di segala maknanya Sungguh, bilapun ada gelak tawa Kumainkan pe

Cerpen Tenun Abu Haf

Seorang tukang tenun muncul di simpang jalan yang menghubungkan dua bangunan besar. Di pundaknya ada gendongan berisi lembaran kain dan benang. Matanya memerah dan ada perban di dahinya yang hitam. Tukang tenun itu bernama Abu Haf. Ia tiba di Pekanbaru setelah berjam-jam menyelundup di tumpukan kain yang dibawa lewat kapal di pelabuhan Duku. Sinar matahari yang garang  menyuntik kakinya yang tidak bersepatu. Sandalnya tipis dan jempolnya kapalan. Beberapa kali ia menahan langkahnya agar sandal itu tidak putus. Ia merasa tersesat dan tidak tahu harus mencari alamat yang tertera dalam kertas lusuhnya. Seorang kenalan lama yang pernah ia temui saat di kepulauan yang barangkali bisa membantu dirinya. Dengan wajah penuh keletihan, ia mencari tempat berteduh dengan bersandar di dinding bangunan besar. Keringatnya pelan-pelan melintas di pelipisnya hingga ia sadar ada seorang anak lelaki yang memperhatikan ia sejak tadi. Abu Haf menoleh. “Bapak membawa apa?” Tanya anak lelaki itu k

Mimpi Buruk

Oleh Cikie Wahab Madi tahu cara terbaik bangun dari tidurnya yang penuh mimpi buruk adalah dengan tidak mengingat mimpi tersebut. Tapi semakin ia mencoba, ingatan tentang mimpi itu semakin jelas. Mimpi yang sama berkali-kali membuatnya berpikir untuk tidak tidur terlalu lama. Maka ia menyalakan lampu, menonton televisi dan menyalakan suaranya dengan keras, membaca buku komik  dan membuatnya tertawa hingga ia lupa akan ketakutannya. Tapi setelah itu, ia jadi was-was saat matanya mulai mengantuk. Mimpi itu akan datang kembali dan membuat ia merasa sangat sesak dan ketakutan. Ibunya belum tahu tentang hal ini. Si ibu pikir, Madi sudah tidur setelah mendengarkan ocehan mengenai besarnya biaya pemakaian listrik di rumah mereka. Madi mendapat teguran keras sebab kerap berlama-lama menyalakan radio ataupun kipas angin di kamarnya. Madi tentu saja membantah dan mengatakan udara benar-benar tidak bersahabat beberapa minggu ini. “Kalau begitu bantu Ibu membayar tagihan bulan ini.” S