Skip to main content

Kebodohan Kita

   Suatu hari saya menemukan diri saya sudah tidak lagi sama seperti kemarin. Saya pilek dan tidak tahu harus makan apa. Seseorang sudah membuat saya begini. Saya melihat matahari dengan silau yang membuat mata saya sakit. Saya bersin berkali-kali.
   Kemudian saya  harus berjalan seorang diri. Ruangan yang luas tampak sepi dan saya tidak menemukan Dia di sana. Oh ya. Bukankah Dia sudah pergi. Saya lupa bahwa dia sudah pergi sejak dua tahun lalu. Saya menemukan kenyataan itu dengan mata yang memerah.
  Saya makan sendiri di dapur dan tidak ada yang menyuapi saya seperti kemarin.  Saya menemukan keheningan dalam setiap pagi saya dan saya berusaha untuk melihat keluar dan memandangi matahari yang tetap saja bersinar.
  Saya mencoba menelepon seseorang, saya mencoba untuk tetap baik-baik saja.
  Teman saya itu tertawa dan mengatakan saya bodoh. Bodoh memang jika terlalu mencintai seseorang. Saya katakan kepadanya bahwa saya mencintai apa yang telah Tuhan berikan pada saya. Saya merasa hari-hari kemarin sudah terlampau baik pada saya. Dan tentu sosok itu juga. Saya kesal padanya dan meminta ia datang menemani saya.
  Akhirnya ia datang, saat senja sudah hampir tenggelam. Teman saya memeluk saya dan mengatakan siapa yang menyuapimu sekarang? Saya menggeleng, saya kemarin muntah dan hanya ada ibu di sana. Tidak apa-apa karena saya manusia. saya sudah dewasa. Kamipun sama-sama tertawa dan bernyanyi.
  Teman saya mengatakan ia ingin saya melupakan Dia. Benar, Saya sudah melupakannya. Saya hanya mengingat kasih sayangnya. Apa kau tahu, saya tidak melakukan apapun saat ia ada. Dialah tangan saya, Dialah kaki saya, saya benar-benar seperti putri raja yang manja.
  Teman saya memukul saya dan mengatakan saya jahat sekali. Biar saja. Kenapa Dia mau melakukannya. Saya egoiskah? Teman saya meminta saya agar minum obat dan beristirahat.
  Saya memeluknya dan mengatakan saya baik-baik saja... saya akan baik-baik saja. Tolong  katakan pada Ibu saya tidak akan pilek dan saya bisa menyuapi makanan sendiri. Mulai hari ini.  (bersambung...)

Comments

Popular posts from this blog

Kamisan #1 Session 3: ~Memeluk Hujan yang Buruk ~

Ketika ia melihat ke jendela, lamunannya berhenti tapi tetap saja ia tidak mendengar ketukan pintu berkali-kali karena suara hujan yang deras. Tapi saat teleponnya berdering, ia sadar dan bergegas menuju pintu. Membukanya dan menemukan Paul dengan ekspresi sedikit kesal. “Kenapa lama sekali? Aku kedinginan.” Paul masuk dan mengibas jaketnya. Ia menaruh benda itu di gantungan baju. Perempuan itu tidak menjawab dan hanya memandangi hujan yang jatuh lewat pintu. “Kau kenapa? Sakit?” Tanya laki-laki itu lagi. Perempuan itu menggeleng. Hujan selalu memberikan pengharapan padanya. Ia mencoba mengingat kembali hujan yang paling buruk yang pernah ia alami. Lelaki itu duduk setelah mengganti baju dan menaruh kopi panas ke atas meja. Perempuan itu masih melamun dan duduk melihat  jendela, tempias air hujan menimbulkan bayang-bayang di kaca. “Sudah sore begini. Kau mau makan apa?” Tanya Paul. Perempuan itu menggeleng. Lalu berkata lagi Paul, “Katakan sesuatu. Kenapa kau diam saj...

11 BARANG PROMOSI YANG TEPAT MEMBANGUN BRAND

            “Gue lagi merintis usaha makanan kering,” “Oh ya? Bagus donk.” “Tapi gue butuh bantuan lo buat promosi. Gue bingung.” “Bikin strategi dulu aja.” “Gimana caranya?” Nah gimana? Gue  langsung ingat sesuatu.  Demi seorang sahabat yang lagi memulai usaha dan membangun Brand alias Merek, yakni simbol, tanda, desain atau gabungan di antaranya yang dipakai sebagai identitas suatu perorangan, gue mikir promosi yang tepat dan efektif itu seperti apa buat sahabat gue ini. Setiap manusia yang tengah merintis usaha dan membangun brand produknya pasti akan berhadapan dengan yang namanya pasar. Pasar dalam arti konsumen ini tentunya memiliki perbedaan baik dari jenis kelamin, umur, status sosial, hingga perbedaan tingkat kebutuhan masing-masing. Buat sahabat gue atau juga kalian yang telah menciptakan suatu produk entah itu makanan atau benda lainnya dan ingin mendulan...

Kamisan #13 IKAN KOI~ Hadiah Keberuntungan

Anak itu menurunkan tangannya sehingga menyentuh dasar aquarium. Tetapi ia tidak menemukan ikan kesayangannya di sela-sela rerumputan air. Ia angkat tangannya dan dengan mata memerah ia melihat ibunya masuk meletakkan bungkusan. “Ikanmu tidak akan kembali, Yud. Dia sudah mati dan papamu yang membuangnya.” “Tapi kenapa tidak bilang padaku dulu, Bu? Aku ingin melihat ikan itu.” “Sudahlah, Yud. Kau bukan anak TK lagi. Lihat keluar sana, di kolam ada ikan baru yang dibeli papamu.” Dengan berat hati. Anak lelaki itu melangkah, menyusuri lantai menuju ruang belakang. Di sudut halaman, sebuah kolam batu bercat hitam. Kolam yang baru sebulan lalu di isi air tanpa ada ikan di dalamnya. Entah kenapa papa anak itu enggan mengisinya, barangkali sebab anak itu terlalu sibuk dengan ikan di aquarium. Anak itu duduk berjongkok di depan kolam. “Papa jahat! Padahal aku lebih suka ikan itu dari apapun.” Ucapnya setengah berbisik dan memeluk lututnya kemudian menelungkupkan kepala di anta...