Suatu hari saya menemukan diri saya sudah tidak lagi sama seperti kemarin. Saya pilek dan tidak tahu harus makan apa. Seseorang sudah membuat saya begini. Saya melihat matahari dengan silau yang membuat mata saya sakit. Saya bersin berkali-kali.
Kemudian saya harus berjalan seorang diri. Ruangan yang luas tampak sepi dan saya tidak menemukan Dia di sana. Oh ya. Bukankah Dia sudah pergi. Saya lupa bahwa dia sudah pergi sejak dua tahun lalu. Saya menemukan kenyataan itu dengan mata yang memerah.
Saya makan sendiri di dapur dan tidak ada yang menyuapi saya seperti kemarin. Saya menemukan keheningan dalam setiap pagi saya dan saya berusaha untuk melihat keluar dan memandangi matahari yang tetap saja bersinar.
Saya mencoba menelepon seseorang, saya mencoba untuk tetap baik-baik saja.
Teman saya itu tertawa dan mengatakan saya bodoh. Bodoh memang jika terlalu mencintai seseorang. Saya katakan kepadanya bahwa saya mencintai apa yang telah Tuhan berikan pada saya. Saya merasa hari-hari kemarin sudah terlampau baik pada saya. Dan tentu sosok itu juga. Saya kesal padanya dan meminta ia datang menemani saya.
Akhirnya ia datang, saat senja sudah hampir tenggelam. Teman saya memeluk saya dan mengatakan siapa yang menyuapimu sekarang? Saya menggeleng, saya kemarin muntah dan hanya ada ibu di sana. Tidak apa-apa karena saya manusia. saya sudah dewasa. Kamipun sama-sama tertawa dan bernyanyi.
Teman saya mengatakan ia ingin saya melupakan Dia. Benar, Saya sudah melupakannya. Saya hanya mengingat kasih sayangnya. Apa kau tahu, saya tidak melakukan apapun saat ia ada. Dialah tangan saya, Dialah kaki saya, saya benar-benar seperti putri raja yang manja.
Teman saya memukul saya dan mengatakan saya jahat sekali. Biar saja. Kenapa Dia mau melakukannya. Saya egoiskah? Teman saya meminta saya agar minum obat dan beristirahat.
Saya memeluknya dan mengatakan saya baik-baik saja... saya akan baik-baik saja. Tolong katakan pada Ibu saya tidak akan pilek dan saya bisa menyuapi makanan sendiri. Mulai hari ini. (bersambung...)
Kemudian saya harus berjalan seorang diri. Ruangan yang luas tampak sepi dan saya tidak menemukan Dia di sana. Oh ya. Bukankah Dia sudah pergi. Saya lupa bahwa dia sudah pergi sejak dua tahun lalu. Saya menemukan kenyataan itu dengan mata yang memerah.
Saya makan sendiri di dapur dan tidak ada yang menyuapi saya seperti kemarin. Saya menemukan keheningan dalam setiap pagi saya dan saya berusaha untuk melihat keluar dan memandangi matahari yang tetap saja bersinar.
Saya mencoba menelepon seseorang, saya mencoba untuk tetap baik-baik saja.
Teman saya itu tertawa dan mengatakan saya bodoh. Bodoh memang jika terlalu mencintai seseorang. Saya katakan kepadanya bahwa saya mencintai apa yang telah Tuhan berikan pada saya. Saya merasa hari-hari kemarin sudah terlampau baik pada saya. Dan tentu sosok itu juga. Saya kesal padanya dan meminta ia datang menemani saya.
Akhirnya ia datang, saat senja sudah hampir tenggelam. Teman saya memeluk saya dan mengatakan siapa yang menyuapimu sekarang? Saya menggeleng, saya kemarin muntah dan hanya ada ibu di sana. Tidak apa-apa karena saya manusia. saya sudah dewasa. Kamipun sama-sama tertawa dan bernyanyi.
Teman saya mengatakan ia ingin saya melupakan Dia. Benar, Saya sudah melupakannya. Saya hanya mengingat kasih sayangnya. Apa kau tahu, saya tidak melakukan apapun saat ia ada. Dialah tangan saya, Dialah kaki saya, saya benar-benar seperti putri raja yang manja.
Teman saya memukul saya dan mengatakan saya jahat sekali. Biar saja. Kenapa Dia mau melakukannya. Saya egoiskah? Teman saya meminta saya agar minum obat dan beristirahat.
Saya memeluknya dan mengatakan saya baik-baik saja... saya akan baik-baik saja. Tolong katakan pada Ibu saya tidak akan pilek dan saya bisa menyuapi makanan sendiri. Mulai hari ini. (bersambung...)
Comments
Post a Comment