Wanita itu melihat dirinya yang telah berjalan beberapa kilometer dari tempat yang penuh kabut asap. Kini ia berada dalam ruangan yang menyala. Cermin di depannya juga bercahaya di terpa lampu, memunculkan pantulan yang ia lihat dengan kesal. Ia kemudian menyeka wajahnya yang lusuh dan kuyu. Kedua matanya memerah dan kantong matanya menghitam, hidungnya berat menghirup udara. “Sudah kubilang kau tak usah kemari.” Ia mendengar perkataan Lusiana tentang kenekatannya ikut dalam rombongan media dan masuk ke lokasi pembakaran. Asap tampak seperti kabut yang membungkus penglihatan. Seperti gumpalan yang menyesak di dada dan darahnya. “Jadi relawan demi Tio? Bodoh sekali.” Lusiana lagi-lagi berkata seperti itu. Menaruh beberapa masker ke dalam kotak dan menyodorkan satu ke hadapan Tiara, nama wanita itu. “Apa cintamu sebegitu gilakah, Tia?” Tiara menoleh dan diam sejenak. Ia lalu menyunggingkan senyumnya. “Aku suka kota ini.” Peluknya pada Lusiana. *** Tiara men...
Penulis, Tukang gambar, Mama Kiran