Skip to main content

Catatan 1

   Pagi yang cerah. Selalu.
   Aku menemukan fakta bahwa cinta memang tidak mengenal jarak dan waktu. Namun aku masih menyangsikan (Ragu.red)  akan kekuatan cinta yang demikian. Bagaimana tidak, saat hujan datang dan kita meminta kekasih membawakan makanan serta kehangatan, kita malah kedinginan. Mendekap telepon seluler dengan gundah, memasang tampang "paling jelek" sedunia.
   Ah, seharusnya sebagai sepasang kekasih, apalagi suami istri (amin) engkau harusnya selalu ada di sampingku. Tidak harus di rumah selalu, tapi cukup kau tahu bagaimana aku membutuhkanmu. Menertawakan kebodohan kita bersama dan merayakan kasih sayang yang paling indah.
   Lalu kau membantuku mencuci peralatan dapur, aku membersihkan pakaianmu yang dipenuhi keringat kerja keras. Kita akan makan dengan diam dan mengakhirinya dengan sebuah ciuman. Maka jarak apa yang dilakukan oleh sepasang kekasih??? pertimbangan yang aneh bahkan untuk saling mendekap bahu saja tidak bisa. Aku memang tidak sepaham.
   Maka sebagai akhir dari jarak yang jauh itu aku memutuskanmu, membiarkanmu pergi sejauh mungkin. menggapai apa yang kau sebut bahagia di mata dunia. Tuhan selalu bersama kita bukan? Kau dan Aku di bedakan. Baiklah, tanpa menguras airmata yang memang sudah kering dan menjalani senyum lebar dunia yang baru saja berubah setelah ini. Aku berteriak senang luar biasa.
   Aku bebas!!
   Bebas menentukan pilihanku ke depan.
   Tuhan menuntunku
   Dan jarak akan kutaklukan demi seseorang yang lebih baik darimu.

Pekanbaru. Saat terbaik dalam memutuskan sesuatu. ^_^

Comments

Popular posts from this blog

Kamisan #1 Session 3: ~Memeluk Hujan yang Buruk ~

Ketika ia melihat ke jendela, lamunannya berhenti tapi tetap saja ia tidak mendengar ketukan pintu berkali-kali karena suara hujan yang deras. Tapi saat teleponnya berdering, ia sadar dan bergegas menuju pintu. Membukanya dan menemukan Paul dengan ekspresi sedikit kesal. “Kenapa lama sekali? Aku kedinginan.” Paul masuk dan mengibas jaketnya. Ia menaruh benda itu di gantungan baju. Perempuan itu tidak menjawab dan hanya memandangi hujan yang jatuh lewat pintu. “Kau kenapa? Sakit?” Tanya laki-laki itu lagi. Perempuan itu menggeleng. Hujan selalu memberikan pengharapan padanya. Ia mencoba mengingat kembali hujan yang paling buruk yang pernah ia alami. Lelaki itu duduk setelah mengganti baju dan menaruh kopi panas ke atas meja. Perempuan itu masih melamun dan duduk melihat  jendela, tempias air hujan menimbulkan bayang-bayang di kaca. “Sudah sore begini. Kau mau makan apa?” Tanya Paul. Perempuan itu menggeleng. Lalu berkata lagi Paul, “Katakan sesuatu. Kenapa kau diam saj...

11 BARANG PROMOSI YANG TEPAT MEMBANGUN BRAND

            “Gue lagi merintis usaha makanan kering,” “Oh ya? Bagus donk.” “Tapi gue butuh bantuan lo buat promosi. Gue bingung.” “Bikin strategi dulu aja.” “Gimana caranya?” Nah gimana? Gue  langsung ingat sesuatu.  Demi seorang sahabat yang lagi memulai usaha dan membangun Brand alias Merek, yakni simbol, tanda, desain atau gabungan di antaranya yang dipakai sebagai identitas suatu perorangan, gue mikir promosi yang tepat dan efektif itu seperti apa buat sahabat gue ini. Setiap manusia yang tengah merintis usaha dan membangun brand produknya pasti akan berhadapan dengan yang namanya pasar. Pasar dalam arti konsumen ini tentunya memiliki perbedaan baik dari jenis kelamin, umur, status sosial, hingga perbedaan tingkat kebutuhan masing-masing. Buat sahabat gue atau juga kalian yang telah menciptakan suatu produk entah itu makanan atau benda lainnya dan ingin mendulan...

Kamisan #13 IKAN KOI~ Hadiah Keberuntungan

Anak itu menurunkan tangannya sehingga menyentuh dasar aquarium. Tetapi ia tidak menemukan ikan kesayangannya di sela-sela rerumputan air. Ia angkat tangannya dan dengan mata memerah ia melihat ibunya masuk meletakkan bungkusan. “Ikanmu tidak akan kembali, Yud. Dia sudah mati dan papamu yang membuangnya.” “Tapi kenapa tidak bilang padaku dulu, Bu? Aku ingin melihat ikan itu.” “Sudahlah, Yud. Kau bukan anak TK lagi. Lihat keluar sana, di kolam ada ikan baru yang dibeli papamu.” Dengan berat hati. Anak lelaki itu melangkah, menyusuri lantai menuju ruang belakang. Di sudut halaman, sebuah kolam batu bercat hitam. Kolam yang baru sebulan lalu di isi air tanpa ada ikan di dalamnya. Entah kenapa papa anak itu enggan mengisinya, barangkali sebab anak itu terlalu sibuk dengan ikan di aquarium. Anak itu duduk berjongkok di depan kolam. “Papa jahat! Padahal aku lebih suka ikan itu dari apapun.” Ucapnya setengah berbisik dan memeluk lututnya kemudian menelungkupkan kepala di anta...