Sebuah review
Perempuan adalah sosok yang penuh daya
tarik dalam segala sisi kehidupan. Ia punya banyak teka- teki, kelembutan dan
kemampuan menyimpan segala perasaan dan kecantikan yang diidamkan. Sementara
dalam ilmu psikologi, perempuan dikatakan lebih sulit untuk berpikir logis dan
jernih karena mereka mendominasikan perasaan dalam segala tindakan.
Jika suatu masalah datang maka perempuan
akan berpikir lebih rumit dan bercampur aduk. Menyebabkan tindakan yang terjadi
justru kadang melukai perempuan itu sendiri. Dengan daya tarik perempuan dan
perasaannya yang paling peka, banyak pelaku sastra mencoba mengedepankan
hal-hal yang berbau feminisme tersebut.
Yetti A.KA merupakan satu dari sekian
penulis yang karya-karyanya bercerita mengenai perempuan. Bagaimana Yetti
mengedepankan sosok perempuan-perempuan sebagai subjek dan terkadang menjadi
objek dari kehidupan yang penuh tantangan. Dalam kumpulan cerpennya yang
berjudul KINOLI, terangkum lima belas cerpen yang diterbitkan Javakarsa Media,
2012.
Terdapat lima belas cerpen dalam
kumpulan cerpen KINOLI, yakni “Rumah Keluarga”, “Tebing”, “Ibu Laut”, “Malina
dan Tiga Skenario Kematian”, “Naru dan Layang”, “Saya dan Lelaki yang
Menangis”, “Pagar”, “Tentang Delori”, “Kinoli” , “Malina Dalam Bus Tua”,
“Nanci, Marine, Luppit”, “Tentang anak Lelaki yang Tinggal Satu Lorong Dengan
Kami”, “Seperti Apa Pagi yang Dicubit Tangis Anak-anak Itu?”, “Pacar, Sore dan
Renyai”, dan terakhir “Stro Bertanya: Siapa Lebih Cantik di Antara Kami”
Realita perempuan inilah yang dikisahkan
secara puitis oleh Yetti A.KA dengan segala kepasrahannya yang mau tak mau
harus dilewati sebagai seorang perempuan. Dalam cerpen “Rumah Keluarga”
misalnya, diceritakan tokoh Maira yang mengedepankan keinginannya untuk tidak
tinggal dan mengikuti ajaran sang Ibu yang melayani setiap tamu dan membuka
pintu rumah selapang-lapangnya bagi siapa saja yang membutuhkan. Maira memilih
ruang sepi, meski pada akhirnya ia benar-benar kesepian dan merindukan rumah
itu walau hatinya tetap tak mau pulang.
Dalam cerpen “Tebing” diceritakan
perempuan yang patut dikasihani karena tersisih, diabaikan atas cinta yang
tidak ia dapatkan seutuhnya. Suami yang kerap membuat pertengkaran berulang
serta kehampaan akan cinta masa lalu dari sang mantan. Tokoh aku yang
benar-benar menyedihkan.
Lain halnya dengan cerpen yang
menceritakan dua perempuan bersahabat sedari kecil. “Layang dan Naru”. Layang
kerap mengeluhkan dadanya yang berat, akibat permasalahan yang kompleks ia
alami sejak kecil. Hingga mereka dewasa dan Naru mendapati kini dadanya pula
yang sesak entah sebab apa. Naru membutuhkan Layang dan ia mendapati kenyataan
yang menyebabkan dadanya menjadi berat adalah perselingkuhan Layang bersama
suami tercintanya.
Kemuraman perasaan yang dialami
perempuan juga tampak menonjol dalam cerpen “KINOLI”. Perempuan berambut poni
yang sudah memiliki tunangan. Namun bagi si teman lelakinya (aku), Kinoli tetap
perempuan yang ia dambakan. Perasaan yang tak karuan tertulis dalam sebuah
email yang dikirimkan Kinoli
“Dalam
kehidupan setiap lelaki hanya ada satu perempuan dan bersama perempuan itu ia
menjadi sempurna. Dalam kehidupan setiap perempuan hanya ada satu lelaki dan
bersama lelaki itu ia menjadi lengkap. Tetapi pasangan yang demikian hanya ada
satu dalam sepuluh juta. Sisanya hanya pasangan-pasangan hasil kompromi,
ketertarikan dangkal, daya tarik fisik, atau sekedar kebiasaan.”
Begitu juga dengan belasan cerpen
lainnya. Kalimat sederhana namun memiliki ruang penceritaan yang begitu
menarik, mampu membawa pembaca hanyut dan merasakan perasaan tokoh-tokoh yang
dihadirkan. Diksi-diksi ini dirangkai Yetti A,KA dalam upaya merakit suasana,
mengetengahkan pesan-pesan yang halus dan estetika yang indah dalam bercerita.
Perempuan dan segala macam perasaan yang
terangkum dalam hidupnya adalah upaya untuk memahami dan membuat perempuan
menjadi lebih baik. Kumpulan cerpen ini mengupas segalanya. Selamat membaca.***
Comments
Post a Comment