Malika
tersenyum melihat Mas Roji menunggu dirinya di parkiran. Dua jam lalu mereka
memang bersepakat akan pergi ke suatu tempat berdua saja. Tidak ada teman yang
tahu. Bahkan Nadia. Malika naik ke dalam mobil dan mendesah.
“Mas
yakin ini tidak apa-apa?” tanya Malika dengan raut wajah menyesal.
“Tentu
saja. Aku ingin kau membantuku memilihkan gaun untuk seseorang.”
“Tapi…”
“Kenapa
lagi.”
“Sudahlah.
Ayo kita pergi.”
Mobil
melaju dan Malika termenung. Sebelum keluar ruangan, Nadia sudah mengatakan
padanya untuk segera pulang lebih dulu. Nadia tidak bisa pulang bersama karena
lembur dan Malika malah berbuat sesuatu yang pastinya menyakiti Nadia. Tapi Mas
Roji sendiri telah mempunyai seseorang yang ia sukai. Malika harus memberitahu
sahabatnya itu untuk segera menghapus perasaannya agar perlina.
Ah
Malika ingat kata itu. Kata yang ditulis Nadia di atas kertas dengan tinta
merah. Perlina yang artinya pupus. Barangkali Nadia ingin menghapus kekagumannya.
Malika tambah bersedih mengingat itu semua.
“Kita
sudah sampai.” Mas Roji membuka pintu mobil dan menuntun Malika masuk ke sebuah
toko pakaian yang sangat besar.
“Serius,
Mas? Jika aku ngebantuin Mas mau membelikanku sepatu? Ah, Mas aku tidak maksa
loh.” Malika menggodanya. Mas Roji mengangguk dan sebuah senyuman membuat
Malika kegirangan. Dalam pikirannya sekarang ia akan punya sepatu boots yang
paling keren.
Setelah
hampir satu jam memilah-milih pakaian. Malika menunjuk satu gaun malam berwarna
coklat panjang. Malika berkata perempuan yang akan dihadiahi gaun itu pasti
akan senang. Mas Roji mendengarkan Malika dengan antusias. Malika juga senang
tatkala janji membelikan ia sepatu bakal kesampaian.
Namun
saat keluar dari toko itu dan mencari sepatu yang ia inginkan, Malika tidak
menemukan apa yang ia lihat beberapa hari lalu di pajangan sepatu. Malika sedih
dan tidak bersemangat lagi.
“Kita
bisa cari di tempat lain.” Mas Roji mencoba menenangkannnya.
“Tapi
mas, itu cuma edisi spesial. Tidak ada di tempat lain. Rasanya ini sama seperti
perasaan Nadia kepada Mas. Arghh… Perlina ! hilang sudah semangatku.” Malika
kesal dan melempar tubuhnya ke dalam mobil.
“Ya
sudah. Ini untukmu.” Mas Roji menyerahkan tas berisi pakaian itu ke pangkuan
Malika. Perempuan itu terperanjat. Ia langsung menolak.
“Harga
gaun ini tidak sebanding dengan sepatu itu, Mas. Lagipula ini untuk perempuan itu.”
“Kalau
aku mau kasih ke kamu ya terima saja. Jangan pikirkan hal lain.”
“Tapi
Mas.”
“Kamu
jangan nolak. Aku sudah memberikannya.”
“Serius?
Mas tidak akan memotong gajiku, kan?”
“Tidak.
aku serius. Kamu mau apa tidak?”
“I…iya.
Kumohon jangan sampai Nadia…”
“Hm Baiklah.
Kalau itu permintaanmu. Perlina…perlina…”
“Mas
tahu kata itu juga? Mas memperhatikan Nadia juga rupanya.” Malika terpana
“Bagaimana
aku tidak memperhatikan tulisan di mejanya dengan ukuran sangat besar itu. Sudahlah.
Ayo pulang.”
Malika
menahan senyumnya. Gaun itu telah jadi miliknya tetapi sepatu yang ia idamkan hilang.
Tepatnya telah dibeli orang lain. Malika hanya tak bisa membayangkan raut wajah
Nadia jika tahu gaun itu pemberian dari Mas Roji.
Comments
Post a Comment