Yara pergi dari rumah. Ia pamit hanya
kepada Nana bahwa ia akan segera pulang ketika urusannya selesai. Bahkan saat
Ibu meneleponnya dan meminta penjelasan, gadis itu hanya berkata, aku ingin mengunjungi
teman di kota K. Ia mengatakan ejaan K
hanya sebagai percobaannya untuk mengelabui sang Ibu.
Ia benar-benar menemui Tere di kota
itu. Lalu berencana mengajak temannya berlibur ke mana saja. Tapi temannya yang
manis itu sangat sibuk sekali dan jarang pulang. Hanya ada anak perempuan kecil
di rumah itu dan Yara harus bersikap baik selama menginap di rumah temannya.
“Ahh.” Ungkapan itu terdengar lagi belakangan
ini dari mulut Yara. Sejak beberapa kejadian di penginapan, ia memang suka
sekali mengeluh dan bersedih. Tapi karena sudah terlanjur ada di kota K, mau
tak mau ia menginap di rumah temannya dan menyapa anak perempuan kecil yang
asyik menonton televisi.
“Hai. Siapa namamu? Aku Yara, teman
tantemu. Kau sendiri saja di sini?”
“Kakak bicara padaku?”
“Ya.”
“Aku Sisilia. Aku baru di antar ibuku
tadi pagi, tapi ibuku akan kembali lagi. Bisakah kakak bicara dengan bonekaku?”
“Apa?” Yara menatap boneka kecil
dalam dekapan anak perempuan itu.
“Katakanlah sesuatu, kak. Bahwa beruang
ini sangat lucu dan ia berkata jujur.”
Yara garuk-garuk kepala dan
memandangi anak perempuan itu dengan seksama. Apakah ia baik-baik saja, pikir
Yara. Tapi dengan sikap hati-hati Yara bertanya balik kepada anak itu.
“Apa kau bisa mendengarkan beruang
ini bicara? Apa yang dikatakannya?”
Sesaat anak itu terdiam lalu kemudian
ia tersenyum. Yara kembali bertanya.
“Aku percaya padamu. Ayolah.
Ceritakan padaku apa yang pernah kalian bicarakan. Aku punya masa kecil dengan
boneka seperti ini dan aku rasa aku juga pernah mengalami apa yang kau alami.
Mereka pasti senang jika kau terus
mengajak mereka bicara.”
Anak itu mengernyitkan dahi.
“Kakak bisa bicara pada boneka
beruang?”
Kali ini Yara yang terdiam, tapi
kemudian ia bicara lagi dengan setengah tertawa. “Bukankah kau ingin kakak
mengatakan sesuatu tentang boneka itu? Kau ingin aku mengiyakan ucapanmu kan?”
Anak itu bertambah heran. “Tapi kakak
tidak perlu begitu. Kakak tidak perlu membodohiku. Kemarikan bonekaku. Kakak
tidak bisa jujur pada anak kecil.” Anak perempuan itu bangkit dan memeluk
bonekanya lalu duduk di beranda. Ibu anak itu kemudian datang dan pamit ingin
mengambil putrinya kembali.
Yara terpaku dan melihat mereka yang
menjauh dan anak itu menatapnya dengan sedih. Rasa-rasanya Yara ingin sekali
menahan mereka. Tetapi Yara hanya melihat ke beranda, di mana anak perempuan
dan bonekanya duduk menghadap keluar jendela.
Comments
Post a Comment