Nadia
lupa membungkus makanan yang sudah ia buat untuk Mas Roji. Makanan itu masih
ditaruh dalam kantong kresek hitam dalam laci mejanya. Ia hanya duduk mencoret
kertas dan tidak memperhatikan Malika yang berdiri di depannya. Malika
menyodorkan kertas undangan acara pada Nadia. Nadia terperanjat, ia kaget dan
menaruh mukanya di atas meja.
“Aku
izin. Aku ndak semangat mau pergi.”
“Tapi
kan kau yang janji, Nad. Aku juga sudah kadung janji dengan Keriting Koli. Dan ini
tugas kantor.”
Nadia
membuka laci dan memperlihatkan makanan itu. “Sumpah. Aku kehilangan mood
karena ini.”
“Ya
ampun.” Malika mendengus kesal. Ia duduk di kursinya sendiri. Dari tempat ia
duduk ia perhatikan Mas Roji yang tengah mengetik surat. Pikirnya Nadia jatuh
cinta di saat yang tidak tepat. Mas Roji kemarin baru saja menyatakan bahwa ia
menyukai seorang perempuan. Malika meminta Nadia mengirimkan makanan itu segera
sebelum Mas Roji sarapan di luar kantor.
Nadia
menggeleng. Ia masih panik dan tidak tahu harus berbuat apa. Berkali-kali ia
menyatakan Mas Roji adalah lelaki paling membosankan, tetapi dua hari lalu ia
merasa Mas Roji ada dalam pikirannya. Malika tertawa keras dan membuat Keriting
Koli bicara.
“Kau
menertawakan siapa, Lika?”
“Tidak
Koli. Aku tidak menertawakanmu. Aku hanya menertawakan Nadia. Betapa plin-plannya
dia.”
“Hei
aku tidak seperti itu. Dan kau Koli, bersihkan mejamu. Aku tidak suka melihatnya.” Nadia bersungut
“Ah,
jangan menyebalkan begitu nona wishy washy. Ini mejaku.”
“Hei
kenapa kalian ribut?” tiba-tiba Mas Roji bicara dan tiga perempuan itu terdiam.
Malika menunjuk kertas undangan kantor. Mas Roji menghampiri Malika. Dilihatnya
kertas itu. “Jadi tidak ada yang mau datang ke sini?”
“Harusnya
ini giliran Nadia, Mas. Tapi Nadia tidak enak badan,” jawab Malika tanpa
melihat ekspresi Nadia.
“Ya
sudah aku saja yang pergi,” ucap Mas Roji.
“Oh aku
sehat. Sehat sekali, Mas. Aku bisa menemani Mas.” Malika menegapkan
punggungnya.
Keriting
Koli kembali bersuara “Dasar nona wishy washy. Baru tadi ngomong A eh udah ke C
aja.”
“Jangan
sirik Koli.”
“Ya
sudah. Kita pergi berdua.” Mas Roji
kembali ke meja kerjanya. Malika
geleng-geleng kepala dan menaruh kain kotor ke meja Nadia. “Plis jangan buang
itu di hadapanku. Ayo cuci tanganmu Malika.”
Malika terkekeh dan beberapa menit setelah itu
Bos mereka masuk dan memanggil Mas Roji. Bos meminta lelaki itu untuk pergi ke
pabrik. Dengan berat hati Mas Roji kembali mengatakan bahwa ia tidak akan pergi
ke undangan itu. Bos sudah menyuruhnya ke tempat lain. Nadia kecewa. Ia menolak
pergi dan membuat Malika kesal.
“Kali
ini aku setuju kalau Koli mengatai dirimu sebagai nona wishy washy. Ah, aku ndak
mau tahu. Kau katakan hal itu pada bos, Nadia. Aku tidak bisa membantumu kali
ini.”
Malika
meninggalkan ruangan dan menghempaskan pintu. Keriting Koli juga diam saja dan
asik mengunyah makanannya. Di meja, Nadia menaruh kepalanya dan menatap
bungkusan di laci dengan sangat lama.***
*wishy washy
didefinisikan dengan sifat lemah, plin-plan dan cepat berubah disertai rasa
percaya diri yang kurang.
Gaya bahasanya enak sebenernya, tidak berbelit-belit. Tapi kenapa aku ndak langsung mudeng ama ceritanya ya? Kayak ini diambil dari potongan adegan di sebuah novel hehe XD. Aku baca sekali lagi yo Kak Cik. Yg penting udah meniggalkan jejak di mari hihi :p.
ReplyDelete