Skip to main content

KAMISAN #6 ~Martabak Telur~ Apa Rasanya?


Setelah satu menit ia terpaku menatap bungkusan plastik dalam laci mejanya, Nadia mengangkat wajah dan mendengarkan Kembang Koli bicara.
“Kau membawa makanan? Aku bisa menciumnya dari mejaku.”
“Oh kau ini. Apa hanya makanan saja yang bisa kau cium? Aku memang bawa makanan tapi bukan untukmu.”
“Hahaha. Aku tahu itu untuk Mas Roji, bukan?”
“Hush.” Nadia geram. Ia pikir perkataan Kembang Koli agak lancang. Tak seorangpun bisa memastikan perasaannya dan ikut campur dalam beberapa hal pribadi. Ia mengalihkan tatapannya pada Malika dan Mas Roji yang kembali masuk ruangan.
“Sudah. Jangan minta maaf padaku.” Malika mengomentari tatapan memelas sahabatnya itu. Meskipun ia tahu Nadia tengah linglung dengan perasaannya sendiri sehingga tidak bisa memenuhi undangan kantor. Nadia sekali lagi membuka bungkusan dan berbisik pada Malika yang ada di sebelah mejanya.
“Kau mau martabak telur?”
Malika menoleh dan mendekat. Mulanya Malika mencoba meneliti isi bungkusan, kemudian ia ambil satu iris martabak itu. “Sudah dingin. Kapan kau memasak ini, Nad?”
“Tentu saja sebelum aku berangkat bekerja.” Dengan hati-hati Nadia menaruh martabak telur ke atas piring. Dan menawari Kembang Koli.
“Kau sungguh memberiku? Kau tidak menaruh racun di dalamnya bukan?”
“Aisshh. Simpan pertanyaan bodohmu itu. Dan berhati-hatilah dengan berat badanmu”
Kembang Koli terkekeh dan melantunkan lagu dan ia langsung menyapa Mas Roji. “Apa kau suka martabak telur, Mas? Perempuan itu memberikannya untuk kita.”
Mas Roji menghentikan pekerjaan di depan layar komputernya. Ia juga mendekati meja Nadia dan dengan rasa penasaran mencicipi makanan itu. Mas Roji lelaki yang tampan. Tapi tak seorangpun bisa mengetahui apa yang sedang ia pikirkan.
“Bertahun-tahun aku makan martabak telor dan ini lumayan enak, Nad,” ucapnya sambil kembali ke kursinya.
“Holllaaa!!” teriak Kembang Koli membuat Nadia tersipu malu. Malika ikut tertawa sambil menulis di sebuah kertas dengan spidol, dan ia pampang kertas itu di kepala agar Nadia membacanya.
“Oh Tuhan. Benarkah yang kau katakan itu, Malika? Pantas saja si Koli hanya makan sedikit. Oh tidak. Mas Roji, maafkan aku. Itu….”
“Tidak apa-apa, Nadia. Kau sudah berusaha membuatnya. Aku pikir kau membuatnya sambil mengantuk,” jawab Mas Roji.
Malika dan Kembang Koli sekali lagi tertawa lebar.
Nadia percaya pada satu hal selain perkataan Malika, bahwa ia tidak berbakat memasak. Apalagi memasak martabak telur kesukaan Mas Roji, sehingga rasa asin menyelimuti lidah mereka semua. Mas Roji meminta Malika membuatkan kopi untuk menghilangkan garam di lidahnya. Sekali lagi, Nadia kecewa karena gagal membuat lelaki idamannya terpesona. Ia mencoba mengingat kejadian tadi pagi sebelum membuat martabak. Ya, barangkali karena mengantuk atau terlalu bersemangat ia putuskan menambah garam sehingga keasinan dan sialnya ia tidak mencoba mencicipi makanan itu terlebih dahulu.
“Lain kali aku akan buat martabak telur yang lebih enak. Aku janji,” katanya dengan mata berkaca-kaca.***


Comments

  1. Mau dong dibuatin martabak, yang manis aja tapii aahh ☺

    ReplyDelete
  2. ASIN??? tanda" mau nikah x))))

    aku baca berulang" diah sampai bener" paham dialog, antara malika, nadia dan kembang koli. kenapa itu orang namanya kudu kembang koli sih :'(

    diaaah sebulan kemudian coba baca lagi tulisanmu yg ini yah x)))))

    cemungud ",")9

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kamisan #1 Session 3: ~Memeluk Hujan yang Buruk ~

Ketika ia melihat ke jendela, lamunannya berhenti tapi tetap saja ia tidak mendengar ketukan pintu berkali-kali karena suara hujan yang deras. Tapi saat teleponnya berdering, ia sadar dan bergegas menuju pintu. Membukanya dan menemukan Paul dengan ekspresi sedikit kesal. “Kenapa lama sekali? Aku kedinginan.” Paul masuk dan mengibas jaketnya. Ia menaruh benda itu di gantungan baju. Perempuan itu tidak menjawab dan hanya memandangi hujan yang jatuh lewat pintu. “Kau kenapa? Sakit?” Tanya laki-laki itu lagi. Perempuan itu menggeleng. Hujan selalu memberikan pengharapan padanya. Ia mencoba mengingat kembali hujan yang paling buruk yang pernah ia alami. Lelaki itu duduk setelah mengganti baju dan menaruh kopi panas ke atas meja. Perempuan itu masih melamun dan duduk melihat  jendela, tempias air hujan menimbulkan bayang-bayang di kaca. “Sudah sore begini. Kau mau makan apa?” Tanya Paul. Perempuan itu menggeleng. Lalu berkata lagi Paul, “Katakan sesuatu. Kenapa kau diam saj...

11 BARANG PROMOSI YANG TEPAT MEMBANGUN BRAND

            “Gue lagi merintis usaha makanan kering,” “Oh ya? Bagus donk.” “Tapi gue butuh bantuan lo buat promosi. Gue bingung.” “Bikin strategi dulu aja.” “Gimana caranya?” Nah gimana? Gue  langsung ingat sesuatu.  Demi seorang sahabat yang lagi memulai usaha dan membangun Brand alias Merek, yakni simbol, tanda, desain atau gabungan di antaranya yang dipakai sebagai identitas suatu perorangan, gue mikir promosi yang tepat dan efektif itu seperti apa buat sahabat gue ini. Setiap manusia yang tengah merintis usaha dan membangun brand produknya pasti akan berhadapan dengan yang namanya pasar. Pasar dalam arti konsumen ini tentunya memiliki perbedaan baik dari jenis kelamin, umur, status sosial, hingga perbedaan tingkat kebutuhan masing-masing. Buat sahabat gue atau juga kalian yang telah menciptakan suatu produk entah itu makanan atau benda lainnya dan ingin mendulan...

Kamisan #13 IKAN KOI~ Hadiah Keberuntungan

Anak itu menurunkan tangannya sehingga menyentuh dasar aquarium. Tetapi ia tidak menemukan ikan kesayangannya di sela-sela rerumputan air. Ia angkat tangannya dan dengan mata memerah ia melihat ibunya masuk meletakkan bungkusan. “Ikanmu tidak akan kembali, Yud. Dia sudah mati dan papamu yang membuangnya.” “Tapi kenapa tidak bilang padaku dulu, Bu? Aku ingin melihat ikan itu.” “Sudahlah, Yud. Kau bukan anak TK lagi. Lihat keluar sana, di kolam ada ikan baru yang dibeli papamu.” Dengan berat hati. Anak lelaki itu melangkah, menyusuri lantai menuju ruang belakang. Di sudut halaman, sebuah kolam batu bercat hitam. Kolam yang baru sebulan lalu di isi air tanpa ada ikan di dalamnya. Entah kenapa papa anak itu enggan mengisinya, barangkali sebab anak itu terlalu sibuk dengan ikan di aquarium. Anak itu duduk berjongkok di depan kolam. “Papa jahat! Padahal aku lebih suka ikan itu dari apapun.” Ucapnya setengah berbisik dan memeluk lututnya kemudian menelungkupkan kepala di anta...