Setelah
satu menit ia terpaku menatap bungkusan plastik dalam laci mejanya, Nadia
mengangkat wajah dan mendengarkan Kembang Koli bicara.
“Kau
membawa makanan? Aku bisa menciumnya dari mejaku.”
“Oh
kau ini. Apa hanya makanan saja yang bisa kau cium? Aku memang bawa makanan
tapi bukan untukmu.”
“Hahaha.
Aku tahu itu untuk Mas Roji, bukan?”
“Hush.”
Nadia geram. Ia pikir perkataan Kembang Koli agak lancang. Tak seorangpun bisa
memastikan perasaannya dan ikut campur dalam beberapa hal pribadi. Ia mengalihkan
tatapannya pada Malika dan Mas Roji yang kembali masuk ruangan.
“Sudah.
Jangan minta maaf padaku.” Malika mengomentari tatapan memelas sahabatnya itu.
Meskipun ia tahu Nadia tengah linglung dengan perasaannya sendiri sehingga tidak bisa memenuhi undangan kantor. Nadia sekali
lagi membuka bungkusan dan berbisik pada Malika yang ada di sebelah mejanya.
“Kau
mau martabak telur?”
Malika
menoleh dan mendekat. Mulanya Malika mencoba meneliti isi bungkusan,
kemudian ia ambil satu iris martabak itu. “Sudah dingin. Kapan kau memasak ini,
Nad?”
“Tentu
saja sebelum aku berangkat bekerja.” Dengan hati-hati Nadia menaruh martabak
telur ke atas piring. Dan menawari Kembang Koli.
“Kau
sungguh memberiku? Kau tidak menaruh racun di dalamnya bukan?”
“Aisshh.
Simpan pertanyaan bodohmu itu. Dan berhati-hatilah dengan berat badanmu”
Kembang
Koli terkekeh dan melantunkan lagu dan ia langsung menyapa Mas Roji. “Apa kau
suka martabak telur, Mas? Perempuan itu memberikannya untuk kita.”
Mas
Roji menghentikan pekerjaan di depan layar komputernya. Ia juga mendekati meja
Nadia dan dengan rasa penasaran mencicipi makanan itu. Mas Roji lelaki yang
tampan. Tapi tak seorangpun bisa mengetahui apa yang sedang ia pikirkan.
“Bertahun-tahun
aku makan martabak telor dan ini lumayan enak, Nad,” ucapnya sambil kembali ke
kursinya.
“Holllaaa!!”
teriak Kembang Koli membuat Nadia tersipu malu. Malika ikut tertawa sambil
menulis di sebuah kertas dengan spidol, dan ia pampang kertas itu di kepala
agar Nadia membacanya.
“Oh
Tuhan. Benarkah yang kau katakan itu, Malika? Pantas saja si Koli hanya makan
sedikit. Oh tidak. Mas Roji, maafkan aku. Itu….”
“Tidak
apa-apa, Nadia. Kau sudah berusaha membuatnya. Aku pikir kau membuatnya sambil
mengantuk,” jawab Mas Roji.
Malika
dan Kembang Koli sekali lagi tertawa lebar.
Nadia
percaya pada satu hal selain perkataan Malika, bahwa ia tidak berbakat memasak. Apalagi memasak martabak telur kesukaan Mas Roji, sehingga rasa asin menyelimuti lidah mereka semua. Mas Roji
meminta Malika membuatkan kopi untuk menghilangkan garam di lidahnya. Sekali
lagi, Nadia kecewa karena gagal membuat lelaki idamannya terpesona. Ia mencoba
mengingat kejadian tadi pagi sebelum membuat martabak. Ya, barangkali karena
mengantuk atau terlalu bersemangat ia putuskan menambah garam sehingga keasinan dan
sialnya ia tidak mencoba mencicipi makanan itu terlebih dahulu.
“Lain
kali aku akan buat martabak telur yang lebih enak. Aku janji,” katanya dengan mata
berkaca-kaca.***
Mau dong dibuatin martabak, yang manis aja tapii aahh ☺
ReplyDeleteASIN??? tanda" mau nikah x))))
ReplyDeleteaku baca berulang" diah sampai bener" paham dialog, antara malika, nadia dan kembang koli. kenapa itu orang namanya kudu kembang koli sih :'(
diaaah sebulan kemudian coba baca lagi tulisanmu yg ini yah x)))))
cemungud ",")9