Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 2014

KAMISAN #6 ~Martabak Telur~ Apa Rasanya?

Setelah satu menit ia terpaku menatap bungkusan plastik dalam laci mejanya, Nadia mengangkat wajah dan mendengarkan Kembang Koli bicara. “Kau membawa makanan? Aku bisa menciumnya dari mejaku.” “Oh kau ini. Apa hanya makanan saja yang bisa kau cium? Aku memang bawa makanan tapi bukan untukmu.” “Hahaha. Aku tahu itu untuk Mas Roji, bukan?” “Hush.” Nadia geram. Ia pikir perkataan Kembang Koli agak lancang. Tak seorangpun bisa memastikan perasaannya dan ikut campur dalam beberapa hal pribadi. Ia mengalihkan tatapannya pada Malika dan Mas Roji yang kembali masuk ruangan. “Sudah. Jangan minta maaf padaku.” Malika mengomentari tatapan memelas sahabatnya itu. Meskipun ia tahu Nadia tengah linglung dengan perasaannya sendiri sehingga tidak bisa memenuhi undangan kantor. Nadia sekali lagi membuka bungkusan dan berbisik pada Malika yang ada di sebelah mejanya. “Kau mau martabak telur?” Malika menoleh dan mendekat. Mulanya Malika mencoba meneliti isi bungkusan, kemudian ia ambil sa

KAMISAN #5~Wishy Washy~ Nona Wishy Washy

Nadia lupa membungkus makanan yang sudah ia buat untuk Mas Roji. Makanan itu masih ditaruh dalam kantong kresek hitam dalam laci mejanya. Ia hanya duduk mencoret kertas dan tidak memperhatikan Malika yang berdiri di depannya. Malika menyodorkan kertas undangan acara pada Nadia. Nadia terperanjat, ia kaget dan menaruh mukanya di atas meja. “Aku izin. Aku ndak semangat mau pergi.” “Tapi kan kau yang janji, Nad. Aku juga sudah kadung janji dengan Keriting Koli. Dan ini tugas kantor.” Nadia membuka laci dan memperlihatkan makanan itu. “Sumpah. Aku kehilangan mood karena ini.” “Ya ampun.” Malika mendengus kesal. Ia duduk di kursinya sendiri. Dari tempat ia duduk ia perhatikan Mas Roji yang tengah mengetik surat. Pikirnya Nadia jatuh cinta di saat yang tidak tepat. Mas Roji kemarin baru saja menyatakan bahwa ia menyukai seorang perempuan. Malika meminta Nadia mengirimkan makanan itu segera sebelum Mas Roji sarapan di luar kantor. Nadia menggeleng. Ia masih panik dan tidak tahu

KAMISAN #4 ~HALUSINASI~ "Rasa Bersalah yang Datang Setelah Ia Jatuh Cinta"

Ketika perempuan itu kebingungan dan duduk di sebuah bangku panjang, ia menjadi sebuah kesunyian dan tidak menemukan kehidupan lain di sekitarnya. Ia berusaha membunyikan napasnya kuat-kuat agar ada yang mendengar dan bertanya padanya, di mana lelaki itu? Di mana orang yang menyatakan cinta padamu? Sekali lagi, perempuan itu memandang ke jalan. Yang tampak baginya adalah orang-orang bergerak seperti angin yang lambat. Dan ia justru mengeluarkan tangisan secara perlahan. Mereka datang dan pergi, mereka utuh membawa dirinya kembali. Perempuan itu hanyut dalam perasaannya yang suci. Namun ia membuka mata dan menemukan seseorang memeluknya. Ia menoleh dan meminta persetujuan atas apa yang terjadi bukanlah hal yang ia inginkan. Bangku panjang itu jadi terasa sangat kecil dan dingin. Dan dengan caranya yang terlihat ganjil perempuan itu berusaha tersenyum. Bagaimana ia bisa mengatakan tentang kelicikan cinta yang datang dan membuat ia berpura-pura menikmatinya. “Malika. Ada a

Kamisan #3 ENDORFIN ~ Katakan Cinta~

“Hei kau tak perlu berteriak seperti itu. Tenanglah.” Malika terdiam. Dadanya naik turun sehabis menjerit sekuat tenaga. Di   hadapannya Tamim menarik satu kursi kayu dan duduk di sana “Kau pikir aku setan? Aku memanggilmu sejak tadi.” “Ka…kau…?” Malika gugup. Sangat gugup. “Kenapa kau ada di sini?” Lelaki itu. Malika ingat betul bagaimana wajah Tamim yang merah padam setelah mendapat penolakan darinya ketika berada di Batam. “Aku bukan anak kecil, Lika. Aku bisa kemana saja aku mau.” “Kau yang mengirimi aku kartu itu? Kenapa?” “Tentu saja untuk kejutan.” “Kejutan?” “Apa kau senang?” “Tidak. Aku tidak suka caramu.” “Tapi aku bahagia. Menghubungimu membuatku menjadi tenang.” “Dengan cara begini? Kau harusnya belajar, Tam. Bagaimana kau bisa menarik hati seseorang.” Malika mendengus kesal. Ia bisa menguasai degup jantungnya kembali. Lelaki itu tersenyum. Membuka kotak rokok dan memantik api. Tak lama asap tipis melayang-layang di hadapannya. “Memandangmu