Skip to main content

Posts

Showing posts from 2014

Sajak Cikie Wahab (Riau Pos, 23 Nov 2014)

Steppenwolf : Herman Hesse Sebotol murgindi Segelas cherry brandy Nyaris kosong dalam sebuah ruangan sepi Ia berdiri dengan kaki pincang Dan gaduh malam yang membuatnya Enggan pulang Mencium bau araucaria Di sekitar pangkal lengan Ia menyebut dirinya liar Separuh isinya kenangan Seluruh dirinya ilalang gersang Dalam hamparan ratus petualangan Seperti mitologi yang digambarkan masa silam Ketika ada yang menariknya kembali Dari sebuah rumah tanpa pagar besi Dan sebuah perasaan yang tidak ia kenali Ia terus mencoba melepaskan diri Berlari kian kemari Merutuki kasih Dan lelaki itu hidup dari sepi ke sepi Tak peduli pada harapan Tak lelah pada tantangan orang Sesungguhnya ia telah kehilangan Atas apa yang telah ditunjuki kehidupan Gempita yang ditelan kesesatan Musim Berkepanjangan Semusim lagi, aku mencoba bertandang ke arah sinar yang benderang Di mana kaki-kaki tenggelam dalam keriangan Mengisap bayang yang kelam dan perlahan menembus ruang Aku menc

Cerpen MAYAN (Padang Ekspres, 23 Nov 2014)

Oleh Cikie Wahab Kami masih duduk mengelilingi sebongkah tanah berwarna merah yang tadi malam ditemukan keparat itu dari hamparan ladang. Bongkahan yang padat itu tampak seperti batu, namun ketika Mayan menggerus benda itu dengan ujung kukunya yang runcing, butiran halus bertaburan ke atas papan. Mayan melihat diriku dan si keparat dalam tempo cepat. Ia membuatku seperti ditikam dengan pernyataan yang mengakibatkan separuh denyut nadiku berdetak cepat. Mayan bangkit dari duduknya dan membuka jendela. Seketika itu angin kemarau masuk dan memberi aroma ilalang kering ke syaraf hidungku. Aku ingin bersin dan secepatnya mengeluarkan sehelai tisu dari dalam saku celana yang koyak. Di sudut ruangan, keparat yang dipukuli Mayan tadi malam tergolek di atas kursi papan. Wajahnya lebam dengan coretan dari ujung kuku yang runcing itu. Mayan bisa saja mengambar kepala singa di wajah si keparat. Tetapi ia melihat keparat itu dengan sediki pertimbangan. Kasihan, jika istri si keparat meli

RAHASIA HUJAN, RAHASIA MENGERIKAN

  Sebab demi bersamamu, akan kulakukan segalanya... Penulis         : Adham T. Fusama Genre          : Teenlit-Thriller Penerbit      : Moka Media. 2014 Format        : Paperback, 272 halaman ISBN           : 979-795-857-4       Apa kau benar-benar mempercayai orang yang baru saja kau  kenal? Sesekali jangan. Sebab banyak kemungkinan yang terjadi jika kau terjebak dalam situasi buruk seperti apa yang dialami Pandu. Membaca novel thriller yang diberi judul RAHASIA HUJAN ini menawarkan sebuah kejadian yang tidak bisa ditebak. Ditebak dalam makna mempercayai seseorang yang begitu kita yakini kebaikannya. Bahkan jika bertahun-tahun telah mengenal seseorang kita belum tentu mengetahui sisi buruk dari orang tersebut. Hujan yang senantiasa memberikan dua efek pada diri manusia. Kau bisa saja merasa romantis dan nyaman dengan kesejukan yang hujan ciptakan. Namun di sisi lain kau harus bisa menahan getir dingin dan kebasahan. Barangkali penulis ingin menceritakan versi k

Kaktus di Kepalaku

@Jawa Pos. 14 september 2014 Kaktus di Kepalaku Cikie Wahab Kami menuruni bebatuan setelah melihat matahari terbenam dan lampu-lampu mulai dihidupkan penduduk distrik Sembilan.  Aku mendengar suara ibuku dari kejauhan. Ia memanggil kami, aku dan anjing kecil bernama Tomodi. Yang sejak sore mendaki bukit batu. Bermain-main sehabis pulang dari pelajaran yang membosankan. Tomodi mengibaskan ekornya sambil menggonggong. Kami berkejaran. Ia mendahuluiku dan berhenti di depan pintu. Ibu berdiri di sana, menenteng keranjang berbentuk kubus tempat ia biasa menaruh pesanan bunga. Sebelum aku duduk di samping Tomodi, ibu menyodorkan keranjang itu ke mukaku. “Selo. Kau antarkan ini ke rumah Maryam. Ia sudah menunggu ini sejak kemarin.” Aku diam. Mengintip isi keranjang, “Kaktus!” seruku. Ibu tak menjawab. Ia menaruh keranjang ke tanganku lalu ia bergegas masuk mengangkat telepon yang terus berdering. Dua buah kaktus berwarna hijau menyembul dari dua pot kecil. Aku menutup

Kamisan #14 ~Serendipity~ Kebahagiaan Kecil

      Bagi seseorang yang memiliki kemampuan dan tampilan yang memikat, tentu saja ia merasa berhak mendapatkan sesuatu atau seseorang yang baik. Namun bagi Kembang Koli, hal tersebut sungguh di luar jangkauan pikirannya. Ia kerap mematut diri di depan cermin  dan kadang mengeluhkan betapa ‘suburnya’ ia dengan pipi bulat bakpao dan rambut ikal keriting. Ia yang meskipun tampak tidak peduli pada urusan percintaan, sesungguhnya dalam hati kecilnya ia memandang Nadia dan Malika sebagai sebuah perbandingan yang besar. Tapi tentu saja dengan sikap acuhnya itu, Koli  tampak lebih beretika memandang hidup. Ia tidak boleh iri pada teman atau pada orang yang memiliki kesempurnaan. Koli terhenyak, ketukan pintu kamar mandi membuat ia buru-buru merapikan baju dan keluar dari tempat itu. Nadia melihat dengan cemberut. “Kenapa lama sekali? Kita bisa ketinggalan nanti.” “Maafkan aku. Perutku sakit, makanya lama.” “Ya sudah. Ayo. Mas Roji dan Malika sudah mengambil tiket.” Koli

Kamisan #13 IKAN KOI~ Hadiah Keberuntungan

Anak itu menurunkan tangannya sehingga menyentuh dasar aquarium. Tetapi ia tidak menemukan ikan kesayangannya di sela-sela rerumputan air. Ia angkat tangannya dan dengan mata memerah ia melihat ibunya masuk meletakkan bungkusan. “Ikanmu tidak akan kembali, Yud. Dia sudah mati dan papamu yang membuangnya.” “Tapi kenapa tidak bilang padaku dulu, Bu? Aku ingin melihat ikan itu.” “Sudahlah, Yud. Kau bukan anak TK lagi. Lihat keluar sana, di kolam ada ikan baru yang dibeli papamu.” Dengan berat hati. Anak lelaki itu melangkah, menyusuri lantai menuju ruang belakang. Di sudut halaman, sebuah kolam batu bercat hitam. Kolam yang baru sebulan lalu di isi air tanpa ada ikan di dalamnya. Entah kenapa papa anak itu enggan mengisinya, barangkali sebab anak itu terlalu sibuk dengan ikan di aquarium. Anak itu duduk berjongkok di depan kolam. “Papa jahat! Padahal aku lebih suka ikan itu dari apapun.” Ucapnya setengah berbisik dan memeluk lututnya kemudian menelungkupkan kepala di anta

Kamisan #12 HIRUK ~Pindah~

Mulai pekan ini, perempuan cantik itu pindah ke kontrakan lain di kawasan Kemuning. Ia baru saja menaruh kardus berisi pakaian, kipas angin kecil dan buku-buku tulisan. Perempuan itu terbatuk-batuk saat seseorang mengetuk pintu rumahnya. “Mas Roji. Aku pikir siapa.” Perempuan itu membuka pintu. Lelaki itu masuk dan mengamati seisi rumah kontrakan. “Kau yakin mau tinggal di sini? Apa sebaiknya kau tidak cari kontrakan lain?” “Kenapa mas? Aku merasa tempat ini baik-baik saja.” “Tapi daerah ini sepi.” “Aku lebih suka sepi. Di kontrakan lama terlalu hiruk suasananya, Mas. Aku tidak suka.” “Apa ini untuk menghindariku juga?” lelaki itu duduk di atas tikar kecil. Memandangi wajah perempuan yang kerap hadir dalam ingatannya. “Mas Roji. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku juga tidak mau Nadia marah. Semuanya akan gaduh dan aku menjadi penyebab ketidaknyamanan di kantor kita.” “Jadi kau merasa sebagai penyebab keributan? Hentikan pikiran konyolmu. Nadia juga sudah dewasa,

Sastra Dalam Memoar~ Sebuah Review

The Other Side of Me Sejak umur belasan tahun ia menjadi kurir obat dan merasa pekerjaan itu adalah pekerjaan paling sempurna. Ia punya kesempatan mencuri obat tidur dalam jumlah cukup untuk bunuh diri. Ia dilanda depresi yang hebat, tersingkir dan tersesat. Ia adalah Shidney Sheldon. Lahir di Chicago. Anak pertama dari pasangan Natalie dan Otto. Sidney Sheldon (11 februari 1917 - 30 Januari 2007)   adalah pengarang Amerika yang memperoleh sejumlah penghargaan dalam tiga bidang karirnya. Ia penulis drama Broadway, pengarang skenario tv dan film Hollywood, serta novelis yang karyanya sangat laris. Karya-karyanya antara lain; The Merry Window, Jackpot, Alice in Arms, South of PanamaThe Bachelor and the Bobby-Soxer, Rich Young and Pretty, Dream Wife, The Patty Duke Show, Nancy dan puluhan novel lainnya. Shidney Sheldon mengemukakan ketertarikannya dalam dunia kepenulisan agar apa yang ia tulis dalam sebuah buku, pembaca tak akan melepaskan buku itu hingga selesai membacanya.

Kamisan #11 KEMATIAN ~ Senyuman Terakhir

Seseorang menyetel radio dari kamar sebelah. Suara yang perlahan samar tiba-tiba membuat bulu kudukku merinding. Ada tangisan yang kudengar selain suara radio tadi. Aku menyibak jendela dan melihat kumpulan orang-orang di sudut gang yang bersebelahan dengan kamar kontrakan. Aku bergegas keluar dan melihat mereka dari tempatku berdiri. Ketika seseorang yang ada di sana berbalik arah, aku segera menahan lengannya dan bertanya ada apa. Ia menunjukkan sikap yang sedih dan kulihat matanya tampak berkaca-kaca. “Mereka baru saja kehilangan anggota keluarga.” “Innalillahi.” Aku memandang seorang ibu yang tangisnya paling kencang di antara mereka. Tapi kenapa mereka juga belum pindah dari tepi jalan ini. Bukankah lebih baik mereka mengurus anggota keluarganya   hingga pemakaman dengan segera. Aku masih berdiri di sana hingga seorang lainnya menyentuh tanganku dengan dingin. “Kakak. Kau sedih melihat mereka?” seorang anak menarik ujung bajuku. Aku tersentak dari lamunan dan melihat i

KAMISAN #9 ~PULANG ~ Berkemas

Pulang. Ada raut keceriaan di mana-mana. Tidak terkecuali para pegawai RUNSHOP.   Tiga minggu pasca ramadhan, mereka: Malika, Nadia, Kembang Koli dan Mas Roji sudah mendapat libur selama dua minggu penuh. Nah, mari kita intip bagaimana mereka berpose untuk liburan Lebaran J Malika. Perempuan yang terkadang cuek dengan hal-hal besar namun peduli pada hal-hal kecil ini begitu antusias ingin pulang ke rumah orang tuanya di Sumatra. Lihatlah bagaimana ia membawa begitu banyak barang. Nadia. Dengan gaya yang khas, Nadia selalu membuat kelucuan mendadak. Bukan hanya piawai membuat martabak telor asin, tetapi ia nekat pulang tanpa terlebih dulu memilih barang yang akan dibawanya. Kembang Koli. Aslinya ia peduli pada Malika dan Nadia, tetapi sikap dingin dan ambisinya menjadi pemain teater kerap membuat Koli seperti perempuan sombong dan sering berselisih paham dengan Nadia. Padahal ia begitu lucu.dan penyayang. Mas Roji. Sikap cool yang begitu m