Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2014

Kamisan #2~KARTU POS~ "Kartu Pos untuk Malika"

Aku menemukan sehelai kartu pos terselip di bawah pintu ketika senja tiba dan aku pulang dengan tergesa-gesa. Aku melihat sekeliling dan tak mendapati seseorang yang bisa kutanyai. Kontrakan terasa sunyi dan aku bisa mendengar dengus napasku sendiri. Kuamati kartu itu setelah lampu kuhidupkan dan melihat jelas apa yang tertulis di sana. Seorang Penyair, Malika Menikamku dengan kata-kata Meninggalkan jejak luka            Pencinta senja Aku berkerut kening. Alamat yang dituju jelas untukku. Tapi apakah maksudnya dan bagaimana ia -kalau aku ingin menyebutnya satu orang saja- menyebut diriku sebagai penyair yang melukainya. Seketika aku terperanjat. Teleponku berdering. “Malika! Kau sudah di rumah?” Suara Nadia, sahabat dan rekan kerjaku di RUNSHOP membuatku lega mendengarnya. “Kau rupanya. Kupikir siapa.   Kenapa kau merahasiakan nomor panggilan?” “Itu tidak penting. Aku hanya ingin bilang kalau ada kartu pos untukmu.” “Kartu pos lagi?” “Iya. Kartu ini cantik seka

Makyong __ RiauPos, 18 mei 2014

Oleh Cikie Wahab Aku mendapatkan telepon dari Mak Diah, sepupu Abak di Bintan, kepulauan Riau. Ini telepon kedua setelah semalam aku dengan sengaja tidak mengangkat telepon karena tidak ingin tahu apa yang akan ia katakan. Akhirnya mau juga aku mengangkat teleponnya dan mendengarkan Mak Diah bersuara. Suaranya yang masih nyaring setelah dua tahun kami tidak bersua. Pasti Abak yang memaksanya, agar aku segera pulang akhir bulan dan merepetkan banyak hal terutama tentang warisan yang Abak janjikan. Warisan Abak bukan sembarang warisan. Abak berkenan menjadikan aku penerus seni tradisi Makyong. Aku tidak bisa membantah Mak Diah melewati telepon. Aku Cuma ingat yang ia katakan kalau Abak sakit dan memintaku pulang. Mak Diah meyakinkanku kalau tak ada perbincangan tentang warisan yang menjadi alasan aku meninggalkan Abak beberapa tahun ini. Aku terdiam. Walau bagaimanapun aku punya Abak. Laki-laki yang menikahi Amak dan membuat aku bisa bersekolah ke perguruan tinggi di Pekanbar

Kamisan #1 ~Pernikahan~ NIKAH YUK

“Aku membayangkan gaun panjang dengan lilitan bunga di kepala. Ada senyum merekah dan tatapan mesra. Tidak hanya itu. Setelah perjanjian di hadapan Tuhan, aku dan seseorang itu akan saling belajar bagaimana tetap membuat kami tersenyum meski tak bisa dipungkiri akan banyak rintangan yang dihadapi.” Seseorang menertawai ucapanku. “Kau terlalu klise,” ujarnya. Temanku itu sok tahu. Apa ia tidak melihat bagaimana Ibu dan Ayahku bertahan selama bertahun-tahun dengan pernikahan mereka. Aku belajar pada mereka. “Kau harusnya memikirkan pernikahan juga!” ajakku padanya. “Ah,   kenapa dipikirkan. Jalani saja.” “Huh. Dengan cara menolak beberapa orang yang mendekatimu?” “Kalau tidak suka bagaimana? Aku tidak mau tidur dan menyentuh dirinya. Menjijikkan.” Kami tertawa.   “Apa Ibumu tak pernah menangis? Maksudku Ibumu kelihatan bahagia dan tentu hatinya. Tapi Ibuku bilang pernikahan itu seperti bermain catur. Harus pakai strategi. Jika tidak kau akan di makan senjatamu sendiri.”