Skip to main content

Kamisan #2~KARTU POS~ "Kartu Pos untuk Malika"


Aku menemukan sehelai kartu pos terselip di bawah pintu ketika senja tiba dan aku pulang dengan tergesa-gesa. Aku melihat sekeliling dan tak mendapati seseorang yang bisa kutanyai. Kontrakan terasa sunyi dan aku bisa mendengar dengus napasku sendiri. Kuamati kartu itu setelah lampu kuhidupkan dan melihat jelas apa yang tertulis di sana.
Seorang Penyair, Malika
Menikamku dengan kata-kata
Meninggalkan jejak luka
           Pencinta senja

Aku berkerut kening. Alamat yang dituju jelas untukku. Tapi apakah maksudnya dan bagaimana ia -kalau aku ingin menyebutnya satu orang saja- menyebut diriku sebagai penyair yang melukainya. Seketika aku terperanjat. Teleponku berdering.
“Malika! Kau sudah di rumah?”
Suara Nadia, sahabat dan rekan kerjaku di RUNSHOP membuatku lega mendengarnya. “Kau rupanya. Kupikir siapa.  Kenapa kau merahasiakan nomor panggilan?”
“Itu tidak penting. Aku hanya ingin bilang kalau ada kartu pos untukmu.”
“Kartu pos lagi?”
“Iya. Kartu ini cantik sekali, Malika.”
Aku mendesah, gelisah dan mendadak takut. Aku meminta Nadia menyebutkan apa isi tulisan di kartu pos itu. Bagaimana ia bisa ada di sana dan kenapa ketika senja kartu pos itu ada.
“Tidak ada isinya. Kartu ini diantar Pak satpam. Kata Beliau seseorang yang menitipkan itu. Dirimu sudah pulang ternyata. Makanya aku meneleponmu saja. Kartu ini cuma ada tulisan Malika, Perempuan rindu dan Pencinta senja.”
“Oh sialan!” umpatku. “Tolong kau simpan saja kartu itu. Besok aku akan ke kantor pos dan menanyakannya.”
Telepon kututup. Ini sudah dua hari aku menerima kartu pos dari pecinta senja. Aku terdiam cukup lama di kursi ruang tamu sambil membuka buku catatan harianku. Mencoba mengingat dan menerka, apakah aku pernah membuat sebuah puisi untuk melukai seseorang. Aku berdebar. Ingatanku langsung menuju Tamim. Dia lelaki itu. Ah, tapi tak mungkin. Aku hanya bertemu ia tiga kali dalam sebuah acara perhelatan puisi di Batam.
Dalam waktu sesingkat itu, ia bilang menyukaiku dan mengucapkan pernyataan cinta di hadapan semua orang yang hadir. Jelas saja aku tidak menerimanya. Aku belum mengenal dirinya secara utuh dan itu membuat ia ditertawakan orang-orang dan ia pergi dari hadapanku seketika itu juga. Aku menahan napas. Benarkah itu dia? Pecinta senja?  Ya barangkali ia dendam padaku. Atau barangkali ia hendak memberi pelajaran padaku. Aku menarik satu tanganku yang tetap gemetar. Mendekap keduanya di dada.
Besok aku tak perlu ke kantor pos untuk menanyakan perihal kartu pos ini. Aku hanya perlu menghubungi rumah sakit dan kantor polisi. Sebab kini, di hadapanku. Tamim menenteng belasan kartu pos sambil tertawa dan membuatku terpekik tiba-tiba

Sekian.

Comments

  1. Wogh! Sereeeeem amat. Tamimnya hantu ya? Tetiba muncul gitu?

    ReplyDelete
  2. Cikie nggak mau ngembangin cerpen ini? Aku suka iihh narasi di awal-awal :3

    ReplyDelete
  3. Iya pengen banget ar. Ntar jadi bersambung aja. hehe

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kamisan #12 HIRUK ~Pindah~

Mulai pekan ini, perempuan cantik itu pindah ke kontrakan lain di kawasan Kemuning. Ia baru saja menaruh kardus berisi pakaian, kipas angin kecil dan buku-buku tulisan. Perempuan itu terbatuk-batuk saat seseorang mengetuk pintu rumahnya. “Mas Roji. Aku pikir siapa.” Perempuan itu membuka pintu. Lelaki itu masuk dan mengamati seisi rumah kontrakan. “Kau yakin mau tinggal di sini? Apa sebaiknya kau tidak cari kontrakan lain?” “Kenapa mas? Aku merasa tempat ini baik-baik saja.” “Tapi daerah ini sepi.” “Aku lebih suka sepi. Di kontrakan lama terlalu hiruk suasananya, Mas. Aku tidak suka.” “Apa ini untuk menghindariku juga?” lelaki itu duduk di atas tikar kecil. Memandangi wajah perempuan yang kerap hadir dalam ingatannya. “Mas Roji. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku juga tidak mau Nadia marah. Semuanya akan gaduh dan aku menjadi penyebab ketidaknyamanan di kantor kita.” “Jadi kau merasa sebagai penyebab keributan? Hentikan pikiran konyolmu. Nadia juga sudah dewasa,

KAMISAN #4 ~HALUSINASI~ "Rasa Bersalah yang Datang Setelah Ia Jatuh Cinta"

Ketika perempuan itu kebingungan dan duduk di sebuah bangku panjang, ia menjadi sebuah kesunyian dan tidak menemukan kehidupan lain di sekitarnya. Ia berusaha membunyikan napasnya kuat-kuat agar ada yang mendengar dan bertanya padanya, di mana lelaki itu? Di mana orang yang menyatakan cinta padamu? Sekali lagi, perempuan itu memandang ke jalan. Yang tampak baginya adalah orang-orang bergerak seperti angin yang lambat. Dan ia justru mengeluarkan tangisan secara perlahan. Mereka datang dan pergi, mereka utuh membawa dirinya kembali. Perempuan itu hanyut dalam perasaannya yang suci. Namun ia membuka mata dan menemukan seseorang memeluknya. Ia menoleh dan meminta persetujuan atas apa yang terjadi bukanlah hal yang ia inginkan. Bangku panjang itu jadi terasa sangat kecil dan dingin. Dan dengan caranya yang terlihat ganjil perempuan itu berusaha tersenyum. Bagaimana ia bisa mengatakan tentang kelicikan cinta yang datang dan membuat ia berpura-pura menikmatinya. “Malika. Ada a

Kamisan #1 Session 3: ~Memeluk Hujan yang Buruk ~

Ketika ia melihat ke jendela, lamunannya berhenti tapi tetap saja ia tidak mendengar ketukan pintu berkali-kali karena suara hujan yang deras. Tapi saat teleponnya berdering, ia sadar dan bergegas menuju pintu. Membukanya dan menemukan Paul dengan ekspresi sedikit kesal. “Kenapa lama sekali? Aku kedinginan.” Paul masuk dan mengibas jaketnya. Ia menaruh benda itu di gantungan baju. Perempuan itu tidak menjawab dan hanya memandangi hujan yang jatuh lewat pintu. “Kau kenapa? Sakit?” Tanya laki-laki itu lagi. Perempuan itu menggeleng. Hujan selalu memberikan pengharapan padanya. Ia mencoba mengingat kembali hujan yang paling buruk yang pernah ia alami. Lelaki itu duduk setelah mengganti baju dan menaruh kopi panas ke atas meja. Perempuan itu masih melamun dan duduk melihat  jendela, tempias air hujan menimbulkan bayang-bayang di kaca. “Sudah sore begini. Kau mau makan apa?” Tanya Paul. Perempuan itu menggeleng. Lalu berkata lagi Paul, “Katakan sesuatu. Kenapa kau diam saja?”