Skip to main content

Kamisan #11 KEMATIAN ~ Senyuman Terakhir


Seseorang menyetel radio dari kamar sebelah. Suara yang perlahan samar tiba-tiba membuat bulu kudukku merinding. Ada tangisan yang kudengar selain suara radio tadi. Aku menyibak jendela dan melihat kumpulan orang-orang di sudut gang yang bersebelahan dengan kamar kontrakan. Aku bergegas keluar dan melihat mereka dari tempatku berdiri.
Ketika seseorang yang ada di sana berbalik arah, aku segera menahan lengannya dan bertanya ada apa. Ia menunjukkan sikap yang sedih dan kulihat matanya tampak berkaca-kaca.
“Mereka baru saja kehilangan anggota keluarga.”
“Innalillahi.” Aku memandang seorang ibu yang tangisnya paling kencang di antara mereka. Tapi kenapa mereka juga belum pindah dari tepi jalan ini. Bukankah lebih baik mereka mengurus anggota keluarganya   hingga pemakaman dengan segera.
Aku masih berdiri di sana hingga seorang lainnya menyentuh tanganku dengan dingin.
“Kakak. Kau sedih melihat mereka?” seorang anak menarik ujung bajuku. Aku tersentak dari lamunan dan melihat ia dengan muka yang berseri.
“Oh, Kau siapa? Mereka kasihan sekali. Ibu itu pasti sangat sedih.”
“Ya. mereka kasihan sekali. Ibu itu pasti sedih. Tapi kak, bisakah kau menolongku?”
Aku menoleh dan membungkuk. Kulihat wajah anak perempuan di hadapanku. Ia putih sekali dan tampak terus tersenyum. Aku mengangguk dan menyentuh jarinya.
“Tolonglah mereka. Tolong ibu itu. Kematian anaknya pasti membuat mereka lupa.”
Aku terheran-heran. Benar saja. Mereka masih di sana dan membiarkan anggota keluarganya dalam pelukan si ibu. Aku mengangguk dan tersenyum. Kulangkahkan kaki menuju tempat itu dan hendak membantu mereka.
Baru saja aku menyibak kumpulan mereka, aku terkejut melihat tubuh anggota keluarga mereka. Anak perempuan itu kulihat tersenyum dalam pelukan ibunya. Segera aku mengejar anak tadi yang menyapaku. Tak kutemukan siapa-siapa, meski senyumnya terus kuingat. Tetapi aku kembali mendengar suara isak tangis mereka. Tangis yang lebih kencang dari sebelumnya. Ah, bulu kudukku semakin merinding dibuatnya.

Comments

Popular posts from this blog

Kamisan #12 HIRUK ~Pindah~

Mulai pekan ini, perempuan cantik itu pindah ke kontrakan lain di kawasan Kemuning. Ia baru saja menaruh kardus berisi pakaian, kipas angin kecil dan buku-buku tulisan. Perempuan itu terbatuk-batuk saat seseorang mengetuk pintu rumahnya. “Mas Roji. Aku pikir siapa.” Perempuan itu membuka pintu. Lelaki itu masuk dan mengamati seisi rumah kontrakan. “Kau yakin mau tinggal di sini? Apa sebaiknya kau tidak cari kontrakan lain?” “Kenapa mas? Aku merasa tempat ini baik-baik saja.” “Tapi daerah ini sepi.” “Aku lebih suka sepi. Di kontrakan lama terlalu hiruk suasananya, Mas. Aku tidak suka.” “Apa ini untuk menghindariku juga?” lelaki itu duduk di atas tikar kecil. Memandangi wajah perempuan yang kerap hadir dalam ingatannya. “Mas Roji. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku juga tidak mau Nadia marah. Semuanya akan gaduh dan aku menjadi penyebab ketidaknyamanan di kantor kita.” “Jadi kau merasa sebagai penyebab keributan? Hentikan pikiran konyolmu. Nadia juga sudah dewasa,

KAMISAN #4 ~HALUSINASI~ "Rasa Bersalah yang Datang Setelah Ia Jatuh Cinta"

Ketika perempuan itu kebingungan dan duduk di sebuah bangku panjang, ia menjadi sebuah kesunyian dan tidak menemukan kehidupan lain di sekitarnya. Ia berusaha membunyikan napasnya kuat-kuat agar ada yang mendengar dan bertanya padanya, di mana lelaki itu? Di mana orang yang menyatakan cinta padamu? Sekali lagi, perempuan itu memandang ke jalan. Yang tampak baginya adalah orang-orang bergerak seperti angin yang lambat. Dan ia justru mengeluarkan tangisan secara perlahan. Mereka datang dan pergi, mereka utuh membawa dirinya kembali. Perempuan itu hanyut dalam perasaannya yang suci. Namun ia membuka mata dan menemukan seseorang memeluknya. Ia menoleh dan meminta persetujuan atas apa yang terjadi bukanlah hal yang ia inginkan. Bangku panjang itu jadi terasa sangat kecil dan dingin. Dan dengan caranya yang terlihat ganjil perempuan itu berusaha tersenyum. Bagaimana ia bisa mengatakan tentang kelicikan cinta yang datang dan membuat ia berpura-pura menikmatinya. “Malika. Ada a

Kamisan #1 Session 3: ~Memeluk Hujan yang Buruk ~

Ketika ia melihat ke jendela, lamunannya berhenti tapi tetap saja ia tidak mendengar ketukan pintu berkali-kali karena suara hujan yang deras. Tapi saat teleponnya berdering, ia sadar dan bergegas menuju pintu. Membukanya dan menemukan Paul dengan ekspresi sedikit kesal. “Kenapa lama sekali? Aku kedinginan.” Paul masuk dan mengibas jaketnya. Ia menaruh benda itu di gantungan baju. Perempuan itu tidak menjawab dan hanya memandangi hujan yang jatuh lewat pintu. “Kau kenapa? Sakit?” Tanya laki-laki itu lagi. Perempuan itu menggeleng. Hujan selalu memberikan pengharapan padanya. Ia mencoba mengingat kembali hujan yang paling buruk yang pernah ia alami. Lelaki itu duduk setelah mengganti baju dan menaruh kopi panas ke atas meja. Perempuan itu masih melamun dan duduk melihat  jendela, tempias air hujan menimbulkan bayang-bayang di kaca. “Sudah sore begini. Kau mau makan apa?” Tanya Paul. Perempuan itu menggeleng. Lalu berkata lagi Paul, “Katakan sesuatu. Kenapa kau diam saja?”