Skip to main content

Sajak Cikie Wahab


TENTANG AL
I               Bagaimana rupa yang kekal di ingatanku
hanyalah suara dan desah manja yang orang-orang sesalkan
di hatiku yang diam
tiap percakapan yang menyulut angan
telah suci sebelum kuikrarkan
aku mengenalmu seperti ribuan tahun yang lalu
saat rindu telah berkumpul
dan waktu mendekatiku
ada tanda yang gagal dibaca
setelah Tuhan merestui kita
hanya sapaan yang sia-sia
di lidah kita yang kelu
di hujan yang luruh
di pintu yang kutinggalkan
sebelum kering doa dipanjatkan
kita merajut perbandingan

II             Kau lupa di mana isak tangismu kudekap
                Dan angin sepoi mematahkannya
                Apabila kau datang dan membicarakan perihal
                Ladang dan orangorang yang kau tahan
Kau telah menyeretku ke ruang yang kelam
Apa kita pernah bersua dan merayakan
Sebagaimana hari ketika kau di besarkan
Aku hanya menemukanmu dalam sebuah layar
Yang memelukmu ketika kau tenggelam
Yang melupakan dendam sebab kau tak datang
Dalam desir angin dan langkah yang menepi
Kau menetapkan jejak
Pada tugas yang besar atau diriku yang diam
Setelah peluru hitam menembus dadaku yang gersang

III            Maka kukirimkan puisi dengan hati-hati
                Agar debarnya tak membuatmu pergi
                Saat malam  orangorang tertidur dalam tahanan
                Dan kau sia-sia mengurung kenangan
Di tiap sel akan luka yang menempel
Di mana peluru katamu
Yang kerap kau tembakkan di dadaku
Isyarat yang terlampau kuat
Hingga mencemburui nikmat
Berkali-kali kurindukan
Ciuman yang mampir di ingatan
Adakah kau pulang?

Pekanbaru. 27 Agustus 2013

PERJALANAN
Ada yang berlari di antara sekian perjalanan
Waktu seperti lingkaran yang
di dalamnya harapan berputar
Di daratan, orang-orang menanti
kedatangan pembawa hidangan dan kemeriahan
terus dibingkai dalam keramaian
bertabuhan kompang
keriuhan berjam-jam
dan kelelahan menyelesaikan halaman
yang entah sampai kapan
di lautan, segala kenangan berlayar
menghempas gelombang kemudian diam
di sebuah simpang
matahari enggan bersinar panjang
dan orangorang memilih di antara sekian alasan
melangkahkan kaki yang seharusnya sudah paham
mana janji yang mesti dikhatamkan
Pekanbaru, 25 Agustus 2013

AYAH
Aku berjalan tak tentu arah
Kupecahkan tiang-tiang yang diamanatkan bunda
Padahal ada janji kita
Malam hari, di mana napasku terasa sesak
Dan airmataku tumpah
Aku mengakhiri cerita, Ayah
Ini anakmu resah
Pekanbaru, 27 Agustus 2013



IBU
Tak ada kabar
Yang mereka tinggalkan
Saat sulung mencari ibu
Dan bungsu merindui air susu
Negeri manakah itu
Ia punah sebab kata-kata dan beringas dosa
Malam yang menggigil dan meratapi neraka
Siang yang terik dan membuat lupa
Tentang harap yang terus menunggu
Tentang rindu akan peluk mesra dahulu
Ibu

Cikie Wahab, bergiat di Sekolah Menulis Paragraf. Tinggal di Pekanbaru
               

Comments

Popular posts from this blog

Kamisan #12 HIRUK ~Pindah~

Mulai pekan ini, perempuan cantik itu pindah ke kontrakan lain di kawasan Kemuning. Ia baru saja menaruh kardus berisi pakaian, kipas angin kecil dan buku-buku tulisan. Perempuan itu terbatuk-batuk saat seseorang mengetuk pintu rumahnya. “Mas Roji. Aku pikir siapa.” Perempuan itu membuka pintu. Lelaki itu masuk dan mengamati seisi rumah kontrakan. “Kau yakin mau tinggal di sini? Apa sebaiknya kau tidak cari kontrakan lain?” “Kenapa mas? Aku merasa tempat ini baik-baik saja.” “Tapi daerah ini sepi.” “Aku lebih suka sepi. Di kontrakan lama terlalu hiruk suasananya, Mas. Aku tidak suka.” “Apa ini untuk menghindariku juga?” lelaki itu duduk di atas tikar kecil. Memandangi wajah perempuan yang kerap hadir dalam ingatannya. “Mas Roji. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku juga tidak mau Nadia marah. Semuanya akan gaduh dan aku menjadi penyebab ketidaknyamanan di kantor kita.” “Jadi kau merasa sebagai penyebab keributan? Hentikan pikiran konyolmu. Nadia juga sudah dewasa,

KAMISAN #4 ~HALUSINASI~ "Rasa Bersalah yang Datang Setelah Ia Jatuh Cinta"

Ketika perempuan itu kebingungan dan duduk di sebuah bangku panjang, ia menjadi sebuah kesunyian dan tidak menemukan kehidupan lain di sekitarnya. Ia berusaha membunyikan napasnya kuat-kuat agar ada yang mendengar dan bertanya padanya, di mana lelaki itu? Di mana orang yang menyatakan cinta padamu? Sekali lagi, perempuan itu memandang ke jalan. Yang tampak baginya adalah orang-orang bergerak seperti angin yang lambat. Dan ia justru mengeluarkan tangisan secara perlahan. Mereka datang dan pergi, mereka utuh membawa dirinya kembali. Perempuan itu hanyut dalam perasaannya yang suci. Namun ia membuka mata dan menemukan seseorang memeluknya. Ia menoleh dan meminta persetujuan atas apa yang terjadi bukanlah hal yang ia inginkan. Bangku panjang itu jadi terasa sangat kecil dan dingin. Dan dengan caranya yang terlihat ganjil perempuan itu berusaha tersenyum. Bagaimana ia bisa mengatakan tentang kelicikan cinta yang datang dan membuat ia berpura-pura menikmatinya. “Malika. Ada a

Kamisan #1 Session 3: ~Memeluk Hujan yang Buruk ~

Ketika ia melihat ke jendela, lamunannya berhenti tapi tetap saja ia tidak mendengar ketukan pintu berkali-kali karena suara hujan yang deras. Tapi saat teleponnya berdering, ia sadar dan bergegas menuju pintu. Membukanya dan menemukan Paul dengan ekspresi sedikit kesal. “Kenapa lama sekali? Aku kedinginan.” Paul masuk dan mengibas jaketnya. Ia menaruh benda itu di gantungan baju. Perempuan itu tidak menjawab dan hanya memandangi hujan yang jatuh lewat pintu. “Kau kenapa? Sakit?” Tanya laki-laki itu lagi. Perempuan itu menggeleng. Hujan selalu memberikan pengharapan padanya. Ia mencoba mengingat kembali hujan yang paling buruk yang pernah ia alami. Lelaki itu duduk setelah mengganti baju dan menaruh kopi panas ke atas meja. Perempuan itu masih melamun dan duduk melihat  jendela, tempias air hujan menimbulkan bayang-bayang di kaca. “Sudah sore begini. Kau mau makan apa?” Tanya Paul. Perempuan itu menggeleng. Lalu berkata lagi Paul, “Katakan sesuatu. Kenapa kau diam saja?”