Skip to main content

Kamisan #1 Session 3: ~Memeluk Hujan yang Buruk ~



Ketika ia melihat ke jendela, lamunannya berhenti tapi tetap saja ia tidak mendengar ketukan pintu berkali-kali karena suara hujan yang deras. Tapi saat teleponnya berdering, ia sadar dan bergegas menuju pintu. Membukanya dan menemukan Paul dengan ekspresi sedikit kesal.
“Kenapa lama sekali? Aku kedinginan.” Paul masuk dan mengibas jaketnya. Ia menaruh benda itu di gantungan baju. Perempuan itu tidak menjawab dan hanya memandangi hujan yang jatuh lewat pintu.
“Kau kenapa? Sakit?” Tanya laki-laki itu lagi.
Perempuan itu menggeleng. Hujan selalu memberikan pengharapan padanya. Ia mencoba mengingat kembali hujan yang paling buruk yang pernah ia alami.
Lelaki itu duduk setelah mengganti baju dan menaruh kopi panas ke atas meja. Perempuan itu masih melamun dan duduk melihat  jendela, tempias air hujan menimbulkan bayang-bayang di kaca.
“Sudah sore begini. Kau mau makan apa?” Tanya Paul. Perempuan itu menggeleng. Lalu berkata lagi Paul, “Katakan sesuatu. Kenapa kau diam saja?”
Perempuan itu akhirnya benar-benar menoleh. Melihat lekat mata lelaki itu. “Hujan ini membuatku ingat kenangan yang menyedihkan. Menunggu seseorang dan berdiri di antara hujan dan dingin. Payungku tidak mampu lagi menahan air dan aku benar-benar basah.”
“Aku tahu,” kata lelaki itu. “Dan kau belum bisa melupakannya?”
Mereka saling bertatapan. Pada masa yang diceritakan perempuan itu kepada Paul, sepenuhnya Paul belum memasuki kehidupan dirinya. Mereka berteman dan hingga kini mereka masih berteman meski keduanya saling membutuhkan banyak hal untuk dilakukan berdua. Hujan pulalah yang membuat mereka saling menyimpan dendam pada pasangan masing-masing.
“Aku sudah lupa pada kekasihku. Kau harusnya juga sudah melupakan lelaki brengsek itu. Lebih baik kita habiskan sore yang basah ini dengan bermain kartu atau menonton televisi.”
“Lalu kenapa aku belum bisa lupa pada hal itu, Paul? Katakan padaku. Bodohkah aku?”
“Tidak. Hanya saja aku tidak ingin kau diam dan terlihat menakutkan dengan wajah seperti itu. Hujan begini kau bisa membuatkan aku coklat panas. Dua puluh meter dari sini ada yang tidak tahan dengan kedinginan, tapi kita malah asik memikirkan pelukan seseorang yang tidak akan pernah kita dapatkan.”
“Kau selalu bisa mengalihkan percakapan.”
“Benar sekali. Atau jika kau kedinginan kau bisa memelukku. Aku akan tetap menghormatimu dan tidak berbuat macam-macam. Aku akan mengantarkan makanan ke tetangga itu. Barangkali ia juga butuh selimut tebal.”
“Aku ikut.” Perempuan itu bangkit dan meraih lengan Paul.
“Hujan.”
“Tidak apa-apa. Ini masih sore. Aku bosan di rumah.”
“Kalau begitu kau yang menenteng bungkusan ini dan aku akan memegang payung untukkmu.”
Perempuan itu tersenyum akhirnya.

Di antara hujan yang masih turun dengan deras. Dua manusia itu berjalan di bawah payung besar. Lelaki itu berusaha membuat teman perempuannya tertawa dan perempuan itu juga ingin melupakan hujan yang buruk itu segera. Semoga.

Comments

  1. entah mengapa, begitu epik dan so sweeeeeet pada endingnya. jadi kak, tiap hari kamis ada mini cerita baru? jee akan sering2 berkunjung kemari!

    ReplyDelete
  2. Ceritanya asik. :)

    Bahasanya enak dibaca dan mengalir :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kamisan #12 HIRUK ~Pindah~

Mulai pekan ini, perempuan cantik itu pindah ke kontrakan lain di kawasan Kemuning. Ia baru saja menaruh kardus berisi pakaian, kipas angin kecil dan buku-buku tulisan. Perempuan itu terbatuk-batuk saat seseorang mengetuk pintu rumahnya. “Mas Roji. Aku pikir siapa.” Perempuan itu membuka pintu. Lelaki itu masuk dan mengamati seisi rumah kontrakan. “Kau yakin mau tinggal di sini? Apa sebaiknya kau tidak cari kontrakan lain?” “Kenapa mas? Aku merasa tempat ini baik-baik saja.” “Tapi daerah ini sepi.” “Aku lebih suka sepi. Di kontrakan lama terlalu hiruk suasananya, Mas. Aku tidak suka.” “Apa ini untuk menghindariku juga?” lelaki itu duduk di atas tikar kecil. Memandangi wajah perempuan yang kerap hadir dalam ingatannya. “Mas Roji. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku juga tidak mau Nadia marah. Semuanya akan gaduh dan aku menjadi penyebab ketidaknyamanan di kantor kita.” “Jadi kau merasa sebagai penyebab keributan? Hentikan pikiran konyolmu. Nadia juga sudah dewasa,

KAMISAN #4 ~HALUSINASI~ "Rasa Bersalah yang Datang Setelah Ia Jatuh Cinta"

Ketika perempuan itu kebingungan dan duduk di sebuah bangku panjang, ia menjadi sebuah kesunyian dan tidak menemukan kehidupan lain di sekitarnya. Ia berusaha membunyikan napasnya kuat-kuat agar ada yang mendengar dan bertanya padanya, di mana lelaki itu? Di mana orang yang menyatakan cinta padamu? Sekali lagi, perempuan itu memandang ke jalan. Yang tampak baginya adalah orang-orang bergerak seperti angin yang lambat. Dan ia justru mengeluarkan tangisan secara perlahan. Mereka datang dan pergi, mereka utuh membawa dirinya kembali. Perempuan itu hanyut dalam perasaannya yang suci. Namun ia membuka mata dan menemukan seseorang memeluknya. Ia menoleh dan meminta persetujuan atas apa yang terjadi bukanlah hal yang ia inginkan. Bangku panjang itu jadi terasa sangat kecil dan dingin. Dan dengan caranya yang terlihat ganjil perempuan itu berusaha tersenyum. Bagaimana ia bisa mengatakan tentang kelicikan cinta yang datang dan membuat ia berpura-pura menikmatinya. “Malika. Ada a