Skip to main content

Sajak Cikie Wahab (HariPuisi Indopos,30 Nov 2013)



Pada Pagi yang Sepi    
Di permulaan pagi
Di jalan-jalan yang sebentar sepi
Bunyi klakson mendadak mati
Aku melihat reruntuhan wajah-wajah
Yang menandakan malam panjang
Mereka dan orang-orang yang melangkah
Terengah-engah di selip doa menjelang cahaya
Meninggalkan selimut dan biji semangka
 dalam sebuah pot tak berwarna
aku terkesima
bagaimana mereka kuyup dan menggigil
melintas di antara kota
merongrong jalan yang patah
mengejar jarum jam  tak berdaya
tidak ada yang mereka bawa dalam
bekal makanan dan gossip murahan
mereka hanya menunggu tetes hujan
melelapkan mata yang penuh angan
sebentar saja
agar mimpi indah selalu datang


Doa

Aku tidak punya cerita apapun
Saat bulan sudah berganti rupa
dan orang-orang merayakan pesta
jika saja doa menjadi sempurna
di malam yang kau timpakan senyum basah
tentu akan jadi sungai
yang mengalir sesukanya
pecah ia di samudra
merindu di bawah kantuk
pada petang yang tenang
agar kelak dapat kukisahkan ulang
sebuah muasal peninggalan
pada tubuhku
pada sejarah masa lalu








Sebab Cinta Datang Tiba-tiba

Kau memberi kecupan
dan menebas rasa perih
pada purnama yang menari tenang
di bayang-bayang ketapang
aku menenggelamkan rindu
yang direfleksikan hujan
Di luar, tak ada yang begitu parah
selain kehilangan beraroma duka
rona wajah yang membuncah
kusambut kau tiba-tiba
berkali-kali hati itu mati
berkali-kali ia jatuh cinta lagi


Perihal Janji I
Pertengahan musim hujan
di sudirman pukul sembilan
seorang lelaki memapah percakapan
antara dirinya dan dingin
yang mengutuknya menjadi beku
entah berapa jarak yang harus ia tempuh
kesialan demi kesialan yang ia temukan
diam beberapa waktu
Musim terus berjalan
Hujan tetap saja datang
Perihal janji-janji pertemuan
Di blok yang berhadapan dengan sebuah taman
lelaki itu tak sanggup menengadah
pada gulita awan
kerling mata perawan yang engggan singgah
sunyi
seperti kemarin
hening menanti kecupan
lelaki itu beranjak pulang
meninggalkan jejak hujan yang kian dalam
di genangan
di kenangan yang berlarian







Perihal Janji II

Samar-samar hujan meredam tangisan
yang perempuan dendangkan
tersebab ini bukan syair yang dikecup  pelukan
ia bernama sebuah tanya
diimpikan jawaban yang muram
diingatan
adakah pertemuan jadi sebuah alasan
yang diagungkan orang dari masa depan
dirindukan  masa lalu
dijaga setiap waktu
berdetak ia
bertemu jarak yang selalu membuat jemu
barangkali
janji bukan sesuatu yang pasti
di sudirman
perempuan itu enggan menepati

Pekanbaru. November 2013

Comments

Popular posts from this blog

Kamisan #12 HIRUK ~Pindah~

Mulai pekan ini, perempuan cantik itu pindah ke kontrakan lain di kawasan Kemuning. Ia baru saja menaruh kardus berisi pakaian, kipas angin kecil dan buku-buku tulisan. Perempuan itu terbatuk-batuk saat seseorang mengetuk pintu rumahnya. “Mas Roji. Aku pikir siapa.” Perempuan itu membuka pintu. Lelaki itu masuk dan mengamati seisi rumah kontrakan. “Kau yakin mau tinggal di sini? Apa sebaiknya kau tidak cari kontrakan lain?” “Kenapa mas? Aku merasa tempat ini baik-baik saja.” “Tapi daerah ini sepi.” “Aku lebih suka sepi. Di kontrakan lama terlalu hiruk suasananya, Mas. Aku tidak suka.” “Apa ini untuk menghindariku juga?” lelaki itu duduk di atas tikar kecil. Memandangi wajah perempuan yang kerap hadir dalam ingatannya. “Mas Roji. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku juga tidak mau Nadia marah. Semuanya akan gaduh dan aku menjadi penyebab ketidaknyamanan di kantor kita.” “Jadi kau merasa sebagai penyebab keributan? Hentikan pikiran konyolmu. Nadia juga sudah dewasa,

KAMISAN #4 ~HALUSINASI~ "Rasa Bersalah yang Datang Setelah Ia Jatuh Cinta"

Ketika perempuan itu kebingungan dan duduk di sebuah bangku panjang, ia menjadi sebuah kesunyian dan tidak menemukan kehidupan lain di sekitarnya. Ia berusaha membunyikan napasnya kuat-kuat agar ada yang mendengar dan bertanya padanya, di mana lelaki itu? Di mana orang yang menyatakan cinta padamu? Sekali lagi, perempuan itu memandang ke jalan. Yang tampak baginya adalah orang-orang bergerak seperti angin yang lambat. Dan ia justru mengeluarkan tangisan secara perlahan. Mereka datang dan pergi, mereka utuh membawa dirinya kembali. Perempuan itu hanyut dalam perasaannya yang suci. Namun ia membuka mata dan menemukan seseorang memeluknya. Ia menoleh dan meminta persetujuan atas apa yang terjadi bukanlah hal yang ia inginkan. Bangku panjang itu jadi terasa sangat kecil dan dingin. Dan dengan caranya yang terlihat ganjil perempuan itu berusaha tersenyum. Bagaimana ia bisa mengatakan tentang kelicikan cinta yang datang dan membuat ia berpura-pura menikmatinya. “Malika. Ada a

Kamisan #1 Session 3: ~Memeluk Hujan yang Buruk ~

Ketika ia melihat ke jendela, lamunannya berhenti tapi tetap saja ia tidak mendengar ketukan pintu berkali-kali karena suara hujan yang deras. Tapi saat teleponnya berdering, ia sadar dan bergegas menuju pintu. Membukanya dan menemukan Paul dengan ekspresi sedikit kesal. “Kenapa lama sekali? Aku kedinginan.” Paul masuk dan mengibas jaketnya. Ia menaruh benda itu di gantungan baju. Perempuan itu tidak menjawab dan hanya memandangi hujan yang jatuh lewat pintu. “Kau kenapa? Sakit?” Tanya laki-laki itu lagi. Perempuan itu menggeleng. Hujan selalu memberikan pengharapan padanya. Ia mencoba mengingat kembali hujan yang paling buruk yang pernah ia alami. Lelaki itu duduk setelah mengganti baju dan menaruh kopi panas ke atas meja. Perempuan itu masih melamun dan duduk melihat  jendela, tempias air hujan menimbulkan bayang-bayang di kaca. “Sudah sore begini. Kau mau makan apa?” Tanya Paul. Perempuan itu menggeleng. Lalu berkata lagi Paul, “Katakan sesuatu. Kenapa kau diam saja?”