Skip to main content

Kamisan #6 S3: Ingatan dan Penginapan





Antari berhenti, menyadari untuk yang kesekian kalinya, Han mengabaikan pelukannya dan membicarakan hal-hal di luar mereka berdua. Mungkin dengan sedikit tak acuh, Han bisa berpikir tentang dirinya. Tapi itu sesuatu yang sia-sia yang Antari lakukan kepada Han.
Han mengatakan bahwa ia sangat lelah dan ingin istirahat saja di dalam kamar. Antari bisa melakukan apapun asal tidak menganggu ibu ataupun tidak mengatakan hal-hal yang tidak benar kepada tetangga. Perkataan yang sama dengan yang Antari dengar sebelum Han datang ke rumah besar itu.
Han menutup pintu dan menguncinya. Mengeluarkan flashdisk dari saku jaket dan menyalakan komputer. Layar muncul dan ia melihat wajah-wajah menggemaskan dari pemilik penginapan yang beberapa hari lalu ia rekam. Han merasa penginapan itu menjerat sebelah kakinya dan membuat ia terus-terusan mengingat Yara.
“Kamu tahu kalau suaraku juga indah? Jangan direkam. Seseorang bisa saja jatuh cinta pada suara, loh.” Yara terkikik saat mendapati Han meminjam dan menyalakan kamera milik Nana.
“Biar saja. Nanti aku simpan semuanya di flashdisk,” jawab Han.
“Kau nakal, Han. Kalau suatu saat benda itu jatuh ke tangan yang salah. Kau mau kehilangan gadis pantai itu?”
Han tidak menjawab, hanya terus menyalakan kamera dan menahan gelisahnya akibat pertanyaan Yara. Dan kini saat ia mengulang kejadian itu di dalam layar komputernya, Han seperti telah mempertaruhkan harga dirinya sendiri. Di samping layar ada pajangan foto Antari dan sebuah buku novel George Orwell yang baru saja ia taruh, buku pemberian Yara saat ia berada di penginapan.
Han dengan kebingungan yang tidak ia sadari tetap menyalakan komputer dan tertidur hingga dalam mimpinya yang singkat ia kelihatan sangat tolol dan Antari marah besar dengan perselingkuhannya hingga menenggelamkan ia ke dalam air yang dalam. Han tentu saja bangun dengan napas terengah-engah. Ia menyeka mukanya yang terjatuh tepat di depan komputer. Dadanya berdegup lemah dan ia langsung mencabut flashdisk tersebut dari komputernya. Suara Antari terdengar di pintu kamar, memanggil-manggil dirinya dan mengatakan ada telepon dari penginapan.
Han gelagapan, kalau-kalau yang menelepon adalah Yara. Dan penginapan memang tidak menyimpan nomor handphonenya dan hanya menyimpan nomor telepon rumah. Dengan begitu ia tergesa-gesa membuka pintu dan tidak menyadari flashdisknya terinjak kaki sendiri. Saat mendengar bunyi benda patah itulah ia lupa kalau ada telepon untuknya dan asik merutuki flashdisk yang pecah.

Comments

Popular posts from this blog

Kamisan #12 HIRUK ~Pindah~

Mulai pekan ini, perempuan cantik itu pindah ke kontrakan lain di kawasan Kemuning. Ia baru saja menaruh kardus berisi pakaian, kipas angin kecil dan buku-buku tulisan. Perempuan itu terbatuk-batuk saat seseorang mengetuk pintu rumahnya. “Mas Roji. Aku pikir siapa.” Perempuan itu membuka pintu. Lelaki itu masuk dan mengamati seisi rumah kontrakan. “Kau yakin mau tinggal di sini? Apa sebaiknya kau tidak cari kontrakan lain?” “Kenapa mas? Aku merasa tempat ini baik-baik saja.” “Tapi daerah ini sepi.” “Aku lebih suka sepi. Di kontrakan lama terlalu hiruk suasananya, Mas. Aku tidak suka.” “Apa ini untuk menghindariku juga?” lelaki itu duduk di atas tikar kecil. Memandangi wajah perempuan yang kerap hadir dalam ingatannya. “Mas Roji. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku juga tidak mau Nadia marah. Semuanya akan gaduh dan aku menjadi penyebab ketidaknyamanan di kantor kita.” “Jadi kau merasa sebagai penyebab keributan? Hentikan pikiran konyolmu. Nadia juga sudah dewasa,

KAMISAN #4 ~HALUSINASI~ "Rasa Bersalah yang Datang Setelah Ia Jatuh Cinta"

Ketika perempuan itu kebingungan dan duduk di sebuah bangku panjang, ia menjadi sebuah kesunyian dan tidak menemukan kehidupan lain di sekitarnya. Ia berusaha membunyikan napasnya kuat-kuat agar ada yang mendengar dan bertanya padanya, di mana lelaki itu? Di mana orang yang menyatakan cinta padamu? Sekali lagi, perempuan itu memandang ke jalan. Yang tampak baginya adalah orang-orang bergerak seperti angin yang lambat. Dan ia justru mengeluarkan tangisan secara perlahan. Mereka datang dan pergi, mereka utuh membawa dirinya kembali. Perempuan itu hanyut dalam perasaannya yang suci. Namun ia membuka mata dan menemukan seseorang memeluknya. Ia menoleh dan meminta persetujuan atas apa yang terjadi bukanlah hal yang ia inginkan. Bangku panjang itu jadi terasa sangat kecil dan dingin. Dan dengan caranya yang terlihat ganjil perempuan itu berusaha tersenyum. Bagaimana ia bisa mengatakan tentang kelicikan cinta yang datang dan membuat ia berpura-pura menikmatinya. “Malika. Ada a

Kamisan #1 Session 3: ~Memeluk Hujan yang Buruk ~

Ketika ia melihat ke jendela, lamunannya berhenti tapi tetap saja ia tidak mendengar ketukan pintu berkali-kali karena suara hujan yang deras. Tapi saat teleponnya berdering, ia sadar dan bergegas menuju pintu. Membukanya dan menemukan Paul dengan ekspresi sedikit kesal. “Kenapa lama sekali? Aku kedinginan.” Paul masuk dan mengibas jaketnya. Ia menaruh benda itu di gantungan baju. Perempuan itu tidak menjawab dan hanya memandangi hujan yang jatuh lewat pintu. “Kau kenapa? Sakit?” Tanya laki-laki itu lagi. Perempuan itu menggeleng. Hujan selalu memberikan pengharapan padanya. Ia mencoba mengingat kembali hujan yang paling buruk yang pernah ia alami. Lelaki itu duduk setelah mengganti baju dan menaruh kopi panas ke atas meja. Perempuan itu masih melamun dan duduk melihat  jendela, tempias air hujan menimbulkan bayang-bayang di kaca. “Sudah sore begini. Kau mau makan apa?” Tanya Paul. Perempuan itu menggeleng. Lalu berkata lagi Paul, “Katakan sesuatu. Kenapa kau diam saja?”