Skip to main content

Kamisan #7 S#3 : Perempuan Poster









Aku tidak tahu kenapa belakangan ini mimpi aneh selalu datang dan membuatku terus saja memikirkannya. Aku suka melamun dan dimarahi ibu jika tidak sigap melayani tamu kami di penginapan. Kulakukan apa yang ibu perintahkan, bahkan aku sengaja tidak mengambil hari libur yang biasanya kupakai untuk bersenang-senang dengan teman-temanku.
Nana sudah beberapa kali mengejutkan aku dari lamunan dan mengatakan aku pasti tengah memikirkan Han. Aku tidak membantah ucapannya itu, namun  juga tidak membenarkannya. Apa yang muncul dalam kepalaku adalah gabungan dari keresahan dan kerinduanku pada hal-hal di luar rutinitas sehari-hari.
Entah kenapa aku ingin sekali menulis sebuah surat, surat yang akan kukirimkan juga entah pada siapa. Hatiku saat itu kacau dan aku duduk di bangku taman, kolam kecil di depan mataku tampak berkabut dan aku membuka halaman dari buku yang kupegang.
***
“Tulislah sebuah surat untukku.”
Aku mendengar suara itu. Dalam pikiranku aku melihatnya seperti perempuan dengan rambut panjang dan gaun putih yang melilit tubuh rampingnya.  Aku melihatnya, benar-benar melihatnya dan ia tengah melayang di hadapanku.
“Bagaimana kau tahu kalau aku ingin menulis surat. Lalu buat apa aku menulis kalau aku bisa mengatakannya langsung kepadamu,” jawabku.
“Agar ia kekal dan siapapun bisa membacanya.”
“Tapi aku tidak mau,” kilahku agar ia menjauh. “Aku tidak kenal denganmu.”
“Terserah.”
“Kau siapa?”
“Aku adalah apa yang kau pikirkan,” jawabnya.
Perempuan itu menghilang dan aku terperanjat. Aku tidak tahu kalau Nana sudah berteriak di sampingku hingga aku menjatuhkan buku. Nana tertawa dan menarik tanganku agar mengikutinya. Aku tidak menolak dan ia membawaku ke sebuah poster yang ditempel Ibu beberapa menit lalu.
“Jangan bilang kau tidak kenal siapa yang ada di poster itu. Dia akan muncul di sini beberapa hari lagi. Dia artis ibukota itu. Ah, aku harus menyiapkan banyak makanan untuknya.”
“Hei, dia bukan sapi yang bisa kau suapi terus menerus. Lihat tubuh rampingnya itu.” Ibuku menimpali kami, kemudian ia pergi lagi.
            Aku melongo mendengar dan melihat itu semua. Perempuan itu ternyata sosok yang datang dalam mimpiku berkali-kali. Entah apa maksudnya. Aku baru mengenalinya karena poster ini. Benar-benar mirip dengan apa yang ia kenakan pada tubuhnya. Mungkin benar, aku akan menyiapkan sesuatu yang berharga, sebuah tulisan yang akan ia kenang dan dibaca semua orang termasuk kamu yang sedang menertawakan aku karena membacanya.

Comments

Popular posts from this blog

Kamisan #12 HIRUK ~Pindah~

Mulai pekan ini, perempuan cantik itu pindah ke kontrakan lain di kawasan Kemuning. Ia baru saja menaruh kardus berisi pakaian, kipas angin kecil dan buku-buku tulisan. Perempuan itu terbatuk-batuk saat seseorang mengetuk pintu rumahnya. “Mas Roji. Aku pikir siapa.” Perempuan itu membuka pintu. Lelaki itu masuk dan mengamati seisi rumah kontrakan. “Kau yakin mau tinggal di sini? Apa sebaiknya kau tidak cari kontrakan lain?” “Kenapa mas? Aku merasa tempat ini baik-baik saja.” “Tapi daerah ini sepi.” “Aku lebih suka sepi. Di kontrakan lama terlalu hiruk suasananya, Mas. Aku tidak suka.” “Apa ini untuk menghindariku juga?” lelaki itu duduk di atas tikar kecil. Memandangi wajah perempuan yang kerap hadir dalam ingatannya. “Mas Roji. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku juga tidak mau Nadia marah. Semuanya akan gaduh dan aku menjadi penyebab ketidaknyamanan di kantor kita.” “Jadi kau merasa sebagai penyebab keributan? Hentikan pikiran konyolmu. Nadia juga sudah dewasa,

KAMISAN #4 ~HALUSINASI~ "Rasa Bersalah yang Datang Setelah Ia Jatuh Cinta"

Ketika perempuan itu kebingungan dan duduk di sebuah bangku panjang, ia menjadi sebuah kesunyian dan tidak menemukan kehidupan lain di sekitarnya. Ia berusaha membunyikan napasnya kuat-kuat agar ada yang mendengar dan bertanya padanya, di mana lelaki itu? Di mana orang yang menyatakan cinta padamu? Sekali lagi, perempuan itu memandang ke jalan. Yang tampak baginya adalah orang-orang bergerak seperti angin yang lambat. Dan ia justru mengeluarkan tangisan secara perlahan. Mereka datang dan pergi, mereka utuh membawa dirinya kembali. Perempuan itu hanyut dalam perasaannya yang suci. Namun ia membuka mata dan menemukan seseorang memeluknya. Ia menoleh dan meminta persetujuan atas apa yang terjadi bukanlah hal yang ia inginkan. Bangku panjang itu jadi terasa sangat kecil dan dingin. Dan dengan caranya yang terlihat ganjil perempuan itu berusaha tersenyum. Bagaimana ia bisa mengatakan tentang kelicikan cinta yang datang dan membuat ia berpura-pura menikmatinya. “Malika. Ada a

Kamisan #1 Session 3: ~Memeluk Hujan yang Buruk ~

Ketika ia melihat ke jendela, lamunannya berhenti tapi tetap saja ia tidak mendengar ketukan pintu berkali-kali karena suara hujan yang deras. Tapi saat teleponnya berdering, ia sadar dan bergegas menuju pintu. Membukanya dan menemukan Paul dengan ekspresi sedikit kesal. “Kenapa lama sekali? Aku kedinginan.” Paul masuk dan mengibas jaketnya. Ia menaruh benda itu di gantungan baju. Perempuan itu tidak menjawab dan hanya memandangi hujan yang jatuh lewat pintu. “Kau kenapa? Sakit?” Tanya laki-laki itu lagi. Perempuan itu menggeleng. Hujan selalu memberikan pengharapan padanya. Ia mencoba mengingat kembali hujan yang paling buruk yang pernah ia alami. Lelaki itu duduk setelah mengganti baju dan menaruh kopi panas ke atas meja. Perempuan itu masih melamun dan duduk melihat  jendela, tempias air hujan menimbulkan bayang-bayang di kaca. “Sudah sore begini. Kau mau makan apa?” Tanya Paul. Perempuan itu menggeleng. Lalu berkata lagi Paul, “Katakan sesuatu. Kenapa kau diam saja?”