Skip to main content

Kamisan #9 S3: Perempuan dan boneka kecilnya



Yara pergi dari rumah. Ia pamit hanya kepada Nana bahwa ia akan segera pulang ketika urusannya selesai. Bahkan saat Ibu meneleponnya dan meminta penjelasan, gadis itu hanya berkata, aku ingin mengunjungi teman di kota K. Ia mengatakan  ejaan K hanya sebagai percobaannya untuk mengelabui sang Ibu.
Ia benar-benar menemui Tere di kota itu. Lalu berencana mengajak temannya berlibur ke mana saja. Tapi temannya yang manis itu sangat sibuk sekali dan jarang pulang. Hanya ada anak perempuan kecil di rumah itu dan Yara harus bersikap baik selama menginap di rumah temannya.
“Ahh.” Ungkapan itu terdengar lagi belakangan ini dari mulut Yara. Sejak beberapa kejadian di penginapan, ia memang suka sekali mengeluh dan bersedih. Tapi karena sudah terlanjur ada di kota K, mau tak mau ia menginap di rumah temannya dan menyapa anak perempuan kecil yang asyik menonton televisi.
“Hai. Siapa namamu? Aku Yara, teman tantemu. Kau sendiri saja di sini?”
“Kakak bicara padaku?”
“Ya.”
“Aku Sisilia. Aku baru di antar ibuku tadi pagi, tapi ibuku akan kembali lagi. Bisakah kakak bicara dengan bonekaku?”
“Apa?” Yara menatap boneka kecil dalam dekapan anak perempuan itu.
“Katakanlah sesuatu, kak. Bahwa beruang ini sangat lucu dan ia berkata jujur.”
Yara garuk-garuk kepala dan memandangi anak perempuan itu dengan seksama. Apakah ia baik-baik saja, pikir Yara. Tapi dengan sikap hati-hati Yara bertanya balik kepada anak itu.
“Apa kau bisa mendengarkan beruang ini bicara? Apa yang dikatakannya?”
Sesaat anak itu terdiam lalu kemudian ia tersenyum. Yara kembali bertanya.
“Aku percaya padamu. Ayolah. Ceritakan padaku apa yang pernah kalian bicarakan. Aku punya masa kecil dengan boneka seperti ini dan aku rasa aku juga pernah mengalami apa yang kau alami. Mereka pasti senang jika kau  terus mengajak mereka bicara.”
Anak itu mengernyitkan dahi.
“Kakak bisa bicara pada boneka beruang?”
Kali ini Yara yang terdiam, tapi kemudian ia bicara lagi dengan setengah tertawa. “Bukankah kau ingin kakak mengatakan sesuatu tentang boneka itu? Kau ingin aku mengiyakan ucapanmu kan?”
Anak itu bertambah heran. “Tapi kakak tidak perlu begitu. Kakak tidak perlu membodohiku. Kemarikan bonekaku. Kakak tidak bisa jujur pada anak kecil.” Anak perempuan itu bangkit dan memeluk bonekanya lalu duduk di beranda. Ibu anak itu kemudian datang dan pamit ingin mengambil putrinya kembali.

Yara terpaku dan melihat mereka yang menjauh dan anak itu menatapnya dengan sedih. Rasa-rasanya Yara ingin sekali menahan mereka. Tetapi Yara hanya melihat ke beranda, di mana anak perempuan dan bonekanya duduk menghadap keluar jendela.

Comments

Popular posts from this blog

Kamisan #12 HIRUK ~Pindah~

Mulai pekan ini, perempuan cantik itu pindah ke kontrakan lain di kawasan Kemuning. Ia baru saja menaruh kardus berisi pakaian, kipas angin kecil dan buku-buku tulisan. Perempuan itu terbatuk-batuk saat seseorang mengetuk pintu rumahnya. “Mas Roji. Aku pikir siapa.” Perempuan itu membuka pintu. Lelaki itu masuk dan mengamati seisi rumah kontrakan. “Kau yakin mau tinggal di sini? Apa sebaiknya kau tidak cari kontrakan lain?” “Kenapa mas? Aku merasa tempat ini baik-baik saja.” “Tapi daerah ini sepi.” “Aku lebih suka sepi. Di kontrakan lama terlalu hiruk suasananya, Mas. Aku tidak suka.” “Apa ini untuk menghindariku juga?” lelaki itu duduk di atas tikar kecil. Memandangi wajah perempuan yang kerap hadir dalam ingatannya. “Mas Roji. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku juga tidak mau Nadia marah. Semuanya akan gaduh dan aku menjadi penyebab ketidaknyamanan di kantor kita.” “Jadi kau merasa sebagai penyebab keributan? Hentikan pikiran konyolmu. Nadia juga sudah dewasa,

KAMISAN #4 ~HALUSINASI~ "Rasa Bersalah yang Datang Setelah Ia Jatuh Cinta"

Ketika perempuan itu kebingungan dan duduk di sebuah bangku panjang, ia menjadi sebuah kesunyian dan tidak menemukan kehidupan lain di sekitarnya. Ia berusaha membunyikan napasnya kuat-kuat agar ada yang mendengar dan bertanya padanya, di mana lelaki itu? Di mana orang yang menyatakan cinta padamu? Sekali lagi, perempuan itu memandang ke jalan. Yang tampak baginya adalah orang-orang bergerak seperti angin yang lambat. Dan ia justru mengeluarkan tangisan secara perlahan. Mereka datang dan pergi, mereka utuh membawa dirinya kembali. Perempuan itu hanyut dalam perasaannya yang suci. Namun ia membuka mata dan menemukan seseorang memeluknya. Ia menoleh dan meminta persetujuan atas apa yang terjadi bukanlah hal yang ia inginkan. Bangku panjang itu jadi terasa sangat kecil dan dingin. Dan dengan caranya yang terlihat ganjil perempuan itu berusaha tersenyum. Bagaimana ia bisa mengatakan tentang kelicikan cinta yang datang dan membuat ia berpura-pura menikmatinya. “Malika. Ada a

Kamisan #1 Session 3: ~Memeluk Hujan yang Buruk ~

Ketika ia melihat ke jendela, lamunannya berhenti tapi tetap saja ia tidak mendengar ketukan pintu berkali-kali karena suara hujan yang deras. Tapi saat teleponnya berdering, ia sadar dan bergegas menuju pintu. Membukanya dan menemukan Paul dengan ekspresi sedikit kesal. “Kenapa lama sekali? Aku kedinginan.” Paul masuk dan mengibas jaketnya. Ia menaruh benda itu di gantungan baju. Perempuan itu tidak menjawab dan hanya memandangi hujan yang jatuh lewat pintu. “Kau kenapa? Sakit?” Tanya laki-laki itu lagi. Perempuan itu menggeleng. Hujan selalu memberikan pengharapan padanya. Ia mencoba mengingat kembali hujan yang paling buruk yang pernah ia alami. Lelaki itu duduk setelah mengganti baju dan menaruh kopi panas ke atas meja. Perempuan itu masih melamun dan duduk melihat  jendela, tempias air hujan menimbulkan bayang-bayang di kaca. “Sudah sore begini. Kau mau makan apa?” Tanya Paul. Perempuan itu menggeleng. Lalu berkata lagi Paul, “Katakan sesuatu. Kenapa kau diam saja?”