Skip to main content

Stasiun Luar Angkasa dan Tokoh "Heroik" di Dalamnya (2)

Episode 2

Entah bagaimana mulanya Rudolf tampak bersemangat tentang cita-cita anehnya tersebut. Padahal Modi tak mengerti apapun tentang yang diinginkan sahabatnya itu.
“Sudah susah payah orang tuaku memberi nama sekeren ini agar kelak aku benar-benar bisa jadi orang berhasil di seluruh dunia.”
“Lalu apa yang salah dengan nama lain? Bukankah orang tuamu juga sudah berhasil. Kau sendiri masuk dalam daftar lelaki tampan yang maaf, agak payah dalam pelajaran matematika. Bahkan kau mudah lelah jika adu lari bersamaku.” Modi geleng-geleng kepala, menunggu Rudolf meluncurkan pembelaan diri. Tentu Rudolf meyakinkan si penerima surat elektrik yang akan ia kirimi itu bahwa ia adalah sosok yang  patut diterima menjadi pahlawan di luar angkasa.
“Jangan terburu-buru. Kau harus mengkalkulasikan banyak hal sebelum berangkat. Missal di sana usiamu akan terasa lebih panjang. Kau juga harus tahu nama stasiun di angkasa seperti Dos 2, Salyut, Cosmos, Mir, Skylab, Mir 2/Polyus dan ISS. Untuk minuman, berhubung di atas sana sulit mendapatkan air, maka pemecahannya adalah dengan melakukan purifikasi terhadap urine yang ada. Di daur ulang.”
“Hoeeek.” Rudolf mual seketika.
“Nah yakin kau masih mau eksis di sana? Bilang pada orang tuamu agar mengganti namamu dengan nama Paijo saja.” Modi terkekeh. “Barangkali kau bisa jadi juragan tanah di sini.”
“Oh iya satu lagi. Kau mana bisa mencuci pakaian di sana. Hanya ada toilet seluas 1x1 meter. Kau mengikatkan tubuhmu pada toilet agar kau tidak melayang. Dan vacuum cleaner untuk menyedot sampah dari tubuhmu itu yang kemudian dikeringkan. Kau tahu berapa biaya pembuatan alat itu. 250 juta dollar hanya untuk alat mendaur ulang seni. Jadi kau jangan pergi ke sana kalau tak mau Isyana pergi bersamaku tiap hari.”
“Kau mengancamku?”
“Bangun dari mimpimu.”
“Kau tidak mendukung ilmu teknologi.”
“Tidak bagimu. Biarkan saja para ahlinya yang bekerja. Kau cukup membayar pesanan rotiku.”
Rudolf cemberut, mengeluarkan lembaran rupiah ke tangan sahabatnya itu dan menunggu Isyana menelponnya kembali

Comments

Popular posts from this blog

Kamisan #12 HIRUK ~Pindah~

Mulai pekan ini, perempuan cantik itu pindah ke kontrakan lain di kawasan Kemuning. Ia baru saja menaruh kardus berisi pakaian, kipas angin kecil dan buku-buku tulisan. Perempuan itu terbatuk-batuk saat seseorang mengetuk pintu rumahnya. “Mas Roji. Aku pikir siapa.” Perempuan itu membuka pintu. Lelaki itu masuk dan mengamati seisi rumah kontrakan. “Kau yakin mau tinggal di sini? Apa sebaiknya kau tidak cari kontrakan lain?” “Kenapa mas? Aku merasa tempat ini baik-baik saja.” “Tapi daerah ini sepi.” “Aku lebih suka sepi. Di kontrakan lama terlalu hiruk suasananya, Mas. Aku tidak suka.” “Apa ini untuk menghindariku juga?” lelaki itu duduk di atas tikar kecil. Memandangi wajah perempuan yang kerap hadir dalam ingatannya. “Mas Roji. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku juga tidak mau Nadia marah. Semuanya akan gaduh dan aku menjadi penyebab ketidaknyamanan di kantor kita.” “Jadi kau merasa sebagai penyebab keributan? Hentikan pikiran konyolmu. Nadia juga sudah dewasa,

KAMISAN #7 Game of Love ~Pelajaran Bermain~

Seorang perempuan mulai bercerita kepada saya tentang daftar orang-orang yang terjebak dalam permainan cintanya. Yang setidaknya masih melekat dalam ingatannya saat ini. 1.    Ia mengenal lelaki yang bernama Ardi lewat seorang kawan. Pada umur dua puluh tahun dan ia merasa sudah sangat dewasa ketika itu. Hubungannya kandas dalam beberapa minggu. Pekerjaan benar-benar menyita waktunya hingga lelaki itu mencari pelarian 2.    Perempuan itu patah hati lalu bertemu lelaki pemilik warnet. Mereka cukup akrab dan ia berharap pada lelaki itu. Tetapi sebab katanya lelaki itu punya reputasi sebagai keluarga berada, perempuan itu pergi dan tak pernah menginjakkan kaki di warnet lagi. 3.    Beberapa waktu kemudian perkenalan dengan Kevin, lelaki berwajah oriental dan beda keyakinan sempat membuat mereka pergi ke taman pada hari libur. Ciuman tragis dan kebencian pada sosok lelaki membuat perempuan itu akhirnya memutuskan mengganti seluruh nomor telepon. Ia bersyukur tak pernah menunj

KAMISAN #4 ~HALUSINASI~ "Rasa Bersalah yang Datang Setelah Ia Jatuh Cinta"

Ketika perempuan itu kebingungan dan duduk di sebuah bangku panjang, ia menjadi sebuah kesunyian dan tidak menemukan kehidupan lain di sekitarnya. Ia berusaha membunyikan napasnya kuat-kuat agar ada yang mendengar dan bertanya padanya, di mana lelaki itu? Di mana orang yang menyatakan cinta padamu? Sekali lagi, perempuan itu memandang ke jalan. Yang tampak baginya adalah orang-orang bergerak seperti angin yang lambat. Dan ia justru mengeluarkan tangisan secara perlahan. Mereka datang dan pergi, mereka utuh membawa dirinya kembali. Perempuan itu hanyut dalam perasaannya yang suci. Namun ia membuka mata dan menemukan seseorang memeluknya. Ia menoleh dan meminta persetujuan atas apa yang terjadi bukanlah hal yang ia inginkan. Bangku panjang itu jadi terasa sangat kecil dan dingin. Dan dengan caranya yang terlihat ganjil perempuan itu berusaha tersenyum. Bagaimana ia bisa mengatakan tentang kelicikan cinta yang datang dan membuat ia berpura-pura menikmatinya. “Malika. Ada a