Skip to main content

Kamisan #4 S3: Kembang Api



  

Untuk yang kesekian kali, halaman penginapan yang luas dipakai oleh salah satu tamu penginapan, sepasang pengantin yang datang merayakan pernikahan mereka. Gadis pemilik penginapan itu memandang ke arah jalan, tangannya tengah membersihkan bangku dan ia melihat pohon-pohon akasia yang berdiri di sepanjang jalan meliuk-liuk saat angin berhembus. Dan dari atas bukit, burung-burung sikatan terbang lincah dan bertengger di dahan yang kecil.
Cuaca tentu saja cerah sore itu. Petugas kebersihan sudah menyiapkan beberapa kantong dan pengamanan saat pesta kembang api nanti malam. pegawai penginapan juga sudah menyiapkan makanan tambahan jika tamu selain keluarga pengantin turut menikmati hidangan.
Gadis itu sekali lagi mendesah saat melihat sepasang kekasih itu berpelukan mesra saat memasuki penginapan. Ia tidak menyadari kalau Han tengah memperhatikan apa yang ia lihat. Ia terkejut saat Han menepuk pundaknya dari belakang.
“Kau melihat apa?”
“Ng…tidak ada. Aku menyusun kursi-kursi ini untuk pesta nanti malam.”
“Pesta besar? Aku boleh ikut ya?”
“Kau ini. Tentu saja boleh. Kami juga punya banyak makanan. Para tamu lain juga pasti akan ikut. Kau tidak mau membantuku?” Tanya gadis itu.
Han mencibir dan menarik ujung rambut gadis itu.
“Yara…Yara… sudah sore begini. Kau pergilah mandi.”
“Iya. Kau benar.” Gadis itu tertawa dan bergegas masuk ke dalam penginapan.
***
Malamnya, lampu hiasan sudah dinyalakan. Makanan tertata rapi di atas meja dan sepasang pengantin baru duduk dengan mesra. Gadis itu berdiri di samping Nana, salah satu karyawan penginapan yang bertugas menyalakan kembang api. Yara, gadis itu sengaja tidak duduk di samping Han sebab ia kesal.
Satu jam sebelumnya, ia tidak sengaja mendengar percakapan Han dengan seseorang melalui telepon genggam. Yara mendengar nama Antari disebut-sebut Han.
Para tamu menikmati hidangan dan pentas musik yang dibawa oleh keluarga pengantin itu, sementara Yara tersenyum-senyum melihat kerlap kerlip kembang api di langit malam. setelah takjub beberapa saat, ia menyadari Han sudah berdiri di sampingnya.
“Aku ingin bicara padamu.” Han tersenyum. Gadis itu menelan ludah, perasaan kesalnya berangsur sirna. Ia mengikuti Han duduk di salah satu bangku dan tetap mengamati orang-orang yang larut dalam kebahagiaan.
“Besok aku akan ke pergi.”
Mendengar ucapan Han seperti itu, Yara terdiam. Dadanya sesak. Ia tahu hal itu akan terjadi juga. Han bukanlah miliknya. Yara melihat bagaimana Nana membakar kembang api lagi dan bersinar-sinar di bola matanya.
“Antari datang ke rumah ibuku.”
“Benarkah?” Yara mendengus kesal. “Kau harus kembali.”
“Kau tidak apa-apa?”
Yara memaksa bibirnya tersenyum.
“Aku tahu ini pasti terjadi. Tempat ini cuma penginapan. Setiap orang bisa datang dan pergi sesuka hati. Jika kau merindukanku, kau bakar saja kembang api yang di jual di pasaran.”
Han tertawa, ucapan Yara terdengar lucu. Mereka menengadah dan melihat kembang api meledak secara bersamaan.
“Pengantin itu bahagia sekali ya. Aku berharap kau dan Antari juga bisa bersama lagi dan bahagia seperti mereka.”
“Aku tidak tahu. Aku yakin akan kembali ke tempat ini dan menikmati masakanmu atau menonton pertunjukan kembang api Nana.”
“Kau akan membuat ibuku jantungan kalau begitu. Tapi aku pasti akan merindukanmu, Han.”
Han menghela napas. Digenggamnya jemari Yara dan ia berkata dengan setengah berbisik. “Aku juga pasti merindukanmu. Berjanjilah untuk selalu ramah padaku saat aku datang. Aku akan menyiapkan hadiah untukmu.”
“Benarkah?” setengah tak percaya, Yara ingin menumpahkan airmatanya. Tapi ia terus memaksa bibirnya tersenyum. Letupan kembang api masih terdengar, tetapi letupan dalam hatinya semakin padam. Jika ia memastikan Han untuk pergi ke dalam pelukan Antari, ia akan merelakan semuanya terjadi dengan berat hati.
Malam itu, saat pesta selesai. Tanpa seorangpun tahu, Yara menangis di kamarnya. Han telah meledakkan hatinya selama berminggu-minggu. Kelak jika ia bisa menyusuk kepingan hatinya kembali, ia tidak ingin semua hanya indah dalam lima menit saja, persis seperti pijar kembang api yang tidak abadi.


Comments

Popular posts from this blog

Kamisan #12 HIRUK ~Pindah~

Mulai pekan ini, perempuan cantik itu pindah ke kontrakan lain di kawasan Kemuning. Ia baru saja menaruh kardus berisi pakaian, kipas angin kecil dan buku-buku tulisan. Perempuan itu terbatuk-batuk saat seseorang mengetuk pintu rumahnya. “Mas Roji. Aku pikir siapa.” Perempuan itu membuka pintu. Lelaki itu masuk dan mengamati seisi rumah kontrakan. “Kau yakin mau tinggal di sini? Apa sebaiknya kau tidak cari kontrakan lain?” “Kenapa mas? Aku merasa tempat ini baik-baik saja.” “Tapi daerah ini sepi.” “Aku lebih suka sepi. Di kontrakan lama terlalu hiruk suasananya, Mas. Aku tidak suka.” “Apa ini untuk menghindariku juga?” lelaki itu duduk di atas tikar kecil. Memandangi wajah perempuan yang kerap hadir dalam ingatannya. “Mas Roji. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku juga tidak mau Nadia marah. Semuanya akan gaduh dan aku menjadi penyebab ketidaknyamanan di kantor kita.” “Jadi kau merasa sebagai penyebab keributan? Hentikan pikiran konyolmu. Nadia juga sudah dewasa,

KAMISAN #4 ~HALUSINASI~ "Rasa Bersalah yang Datang Setelah Ia Jatuh Cinta"

Ketika perempuan itu kebingungan dan duduk di sebuah bangku panjang, ia menjadi sebuah kesunyian dan tidak menemukan kehidupan lain di sekitarnya. Ia berusaha membunyikan napasnya kuat-kuat agar ada yang mendengar dan bertanya padanya, di mana lelaki itu? Di mana orang yang menyatakan cinta padamu? Sekali lagi, perempuan itu memandang ke jalan. Yang tampak baginya adalah orang-orang bergerak seperti angin yang lambat. Dan ia justru mengeluarkan tangisan secara perlahan. Mereka datang dan pergi, mereka utuh membawa dirinya kembali. Perempuan itu hanyut dalam perasaannya yang suci. Namun ia membuka mata dan menemukan seseorang memeluknya. Ia menoleh dan meminta persetujuan atas apa yang terjadi bukanlah hal yang ia inginkan. Bangku panjang itu jadi terasa sangat kecil dan dingin. Dan dengan caranya yang terlihat ganjil perempuan itu berusaha tersenyum. Bagaimana ia bisa mengatakan tentang kelicikan cinta yang datang dan membuat ia berpura-pura menikmatinya. “Malika. Ada a

Kamisan #1 Session 3: ~Memeluk Hujan yang Buruk ~

Ketika ia melihat ke jendela, lamunannya berhenti tapi tetap saja ia tidak mendengar ketukan pintu berkali-kali karena suara hujan yang deras. Tapi saat teleponnya berdering, ia sadar dan bergegas menuju pintu. Membukanya dan menemukan Paul dengan ekspresi sedikit kesal. “Kenapa lama sekali? Aku kedinginan.” Paul masuk dan mengibas jaketnya. Ia menaruh benda itu di gantungan baju. Perempuan itu tidak menjawab dan hanya memandangi hujan yang jatuh lewat pintu. “Kau kenapa? Sakit?” Tanya laki-laki itu lagi. Perempuan itu menggeleng. Hujan selalu memberikan pengharapan padanya. Ia mencoba mengingat kembali hujan yang paling buruk yang pernah ia alami. Lelaki itu duduk setelah mengganti baju dan menaruh kopi panas ke atas meja. Perempuan itu masih melamun dan duduk melihat  jendela, tempias air hujan menimbulkan bayang-bayang di kaca. “Sudah sore begini. Kau mau makan apa?” Tanya Paul. Perempuan itu menggeleng. Lalu berkata lagi Paul, “Katakan sesuatu. Kenapa kau diam saja?”