Skip to main content

Sajak-sajak Cikie Wahab


Terbit di Riau Pos. 1 Maret 2015

Lorong Menuju Alma

Di kotaku ada lorong menuju Alma
Tempat segala doa dalam perayaan
Yang disinggahi para peneguh janji
Mengikat cinta miliknya dalam ritual suci
Seperti dunia yang menjadi pusat jagad raya
 Alma umpama yang setia
Orang-orang mengatakan ia surga yang renta
Dan neraka yang memberi tanda pada pendatang
Pada orang perorang
Pada kuasa yang goyah
Dan jalan-jalan yang tidak juga menunjuki arah    
            
Maka dimanakah sang pendusta?
Yang kerap salah memberi nama
Upaya menanam impian terbaik
Janji dari kotak-kotak mimpi yang disimpan di laci
Sebelum mereka tidur separuh hari.

Alma adalah Alma
Orang-orang tetap menuju ke arahnya
Di antara dinding yang menjulang angkasa
Lorong yang lebih sering gulita
Oleh sumpah dan ciuman paksa
Maka dua perkara ada di sana

Pertama ; orang-orang yang datang meminta kebahagiaan
Membawa sebutir telur yang pucat
Seulas senyum yang dipoles harap
Sebait kata juga cerita kesedihan
Alma yang sepi mendadak riuh berhari-hari
Kedua ; Orang-orang yang bosan menengadah
Mereka ingin pergi dari lorong yang kerap sepi
Dilihatnya para pendatang membawa air suci
Para kekasih yang tidak pandai menjaga diri
Melempar tawa sana sini
Padahal tidak ada yang bisa mereka beri

Dua perkara dalam lorong menuju Alma
Tidak pernah berubah
Alma tetaplah Alma
Hanya di antara lorong yang kadang bergema
Ada banyak kisah dan kotaku senantiasa menumbuhkannya.

Pku. 15 Februari 2015

 Doa Malam

Katakan apa yang tersimpan dalam kalimat penolong
Saat kau bertanya dengan sedikit merendah
Adakah ia benar-benar memberi jawab atau sekedar
Menarikmu hingga terjerembab
Atau mungkin segala musabab menjadi muslihat
Yang kau timpakan senyap
Berulangkali. Orang-orang kembali suci
Terlihat seperti nabi
Yang senyumnya memiliki kunci
Tentang segala hal yang berhari-hari
Membuat orang mabuk setengah mati
Karena diri
Karena rindu yang semakin perih

Pku. 15 Februari 2015


Perjalanan Air dan Api

Dari hulu ke hilir ia mengalir
Membawa bayangbayang dari segala takdir
Dalamnya karam tenangnya dangkal
Menghapus segala muskil
Melenyapkan gigil dinginnya air

Ia muncul di sela waktu
Memecah rindu jadi bongkahan haru
Memadam pilu yang tiada juga lenyap
Ikan-ikan menyudahi riwayat
Tanaman yang sekarat
Sepasang manusia dan nikmat yang sesaat

Bila air yang muncul di sungai keruh
Segala hal menimba rusuh
Bila ia memilih jatuh
Tentu hujan memunculkan syahdu

Bila ia bertemu api
Api menolak dikasihi
Membara dalam lingkar panasnya
Tak padam sebab kuasa
Jangan sentuh air, ujar api kepada nyala
Sebab bila ia lengah
Lenyaplah hangatnya

Lalu api lupa pada asal mula
Amarah yang membumbung jelaga
Merah menyulut segala
Layaknya dua hal saling menyapa
Api dan air mengurai batas
Pada panas yang meranggas
Pada dingin yang meringkus harap
Kita lenyap
Perjalanan berakhir dengan segala getir

PKU. 17 Februari 2015





Harus Seperti Apa

Aku ragu meninggalkan
sepasang rindu yang muncul
saat langkah mendadak lumpuh
dari pasang tatapan matamu
tubuhmu harum memunculkan debaran
dan denting putaran
dalam lubuk kegelisahan
melamuni waktu yang tidak tepat
pada sekian surat yang hanyut
di sekat-sekat

Bibirmu yang merah
Mengatakan akulah surga
Yang tetap ketakutan
meski kerap memberi ancaman
“Pernahkah kau mencoba untuk
tetap mempercayai rasa sakit?”
Tanyamu dengan segenap pilu
Matamu membiru
Sebab racun kukirim padamu
hingga aku sendiri tak tahu
kemana sebenar aku dibawa waktu

Maka kita mulai membicarakan doa
Dalam periuk nasi yang kita harap menyala
Tapi aku sudah terlanjur
Mengulur segala resahmu
mengukirnya jadi butiran debu
memadamkan bara yang hendak menyala
maka harus seperti apa aku
saat ragu menyelimutiku.

Pku. 19 Februari 2015


Yang Muncul dari Muka Halaman
Tentang Judul Pemberitaan

Seseorang ditemukan mati tenggelam
Dalam arus kenangan

Puluhan orang muncul
Dari jalan-jalan yang dinamai kesunyian

Semua akan lenyap
Dan tak kembali datang

Mereka diberitakan seperti kertas coretan usang

Pku. 19 Februari 2015


 Cikie Wahab. Bergiat di Komunitas Paragraf. Pekanbaru. Menulis puisi, Cerpen dan Novel.






                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                         



Comments

Popular posts from this blog

Kamisan #12 HIRUK ~Pindah~

Mulai pekan ini, perempuan cantik itu pindah ke kontrakan lain di kawasan Kemuning. Ia baru saja menaruh kardus berisi pakaian, kipas angin kecil dan buku-buku tulisan. Perempuan itu terbatuk-batuk saat seseorang mengetuk pintu rumahnya. “Mas Roji. Aku pikir siapa.” Perempuan itu membuka pintu. Lelaki itu masuk dan mengamati seisi rumah kontrakan. “Kau yakin mau tinggal di sini? Apa sebaiknya kau tidak cari kontrakan lain?” “Kenapa mas? Aku merasa tempat ini baik-baik saja.” “Tapi daerah ini sepi.” “Aku lebih suka sepi. Di kontrakan lama terlalu hiruk suasananya, Mas. Aku tidak suka.” “Apa ini untuk menghindariku juga?” lelaki itu duduk di atas tikar kecil. Memandangi wajah perempuan yang kerap hadir dalam ingatannya. “Mas Roji. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku juga tidak mau Nadia marah. Semuanya akan gaduh dan aku menjadi penyebab ketidaknyamanan di kantor kita.” “Jadi kau merasa sebagai penyebab keributan? Hentikan pikiran konyolmu. Nadia juga sudah dewasa,

KAMISAN #4 ~HALUSINASI~ "Rasa Bersalah yang Datang Setelah Ia Jatuh Cinta"

Ketika perempuan itu kebingungan dan duduk di sebuah bangku panjang, ia menjadi sebuah kesunyian dan tidak menemukan kehidupan lain di sekitarnya. Ia berusaha membunyikan napasnya kuat-kuat agar ada yang mendengar dan bertanya padanya, di mana lelaki itu? Di mana orang yang menyatakan cinta padamu? Sekali lagi, perempuan itu memandang ke jalan. Yang tampak baginya adalah orang-orang bergerak seperti angin yang lambat. Dan ia justru mengeluarkan tangisan secara perlahan. Mereka datang dan pergi, mereka utuh membawa dirinya kembali. Perempuan itu hanyut dalam perasaannya yang suci. Namun ia membuka mata dan menemukan seseorang memeluknya. Ia menoleh dan meminta persetujuan atas apa yang terjadi bukanlah hal yang ia inginkan. Bangku panjang itu jadi terasa sangat kecil dan dingin. Dan dengan caranya yang terlihat ganjil perempuan itu berusaha tersenyum. Bagaimana ia bisa mengatakan tentang kelicikan cinta yang datang dan membuat ia berpura-pura menikmatinya. “Malika. Ada a

Kamisan #1 Session 3: ~Memeluk Hujan yang Buruk ~

Ketika ia melihat ke jendela, lamunannya berhenti tapi tetap saja ia tidak mendengar ketukan pintu berkali-kali karena suara hujan yang deras. Tapi saat teleponnya berdering, ia sadar dan bergegas menuju pintu. Membukanya dan menemukan Paul dengan ekspresi sedikit kesal. “Kenapa lama sekali? Aku kedinginan.” Paul masuk dan mengibas jaketnya. Ia menaruh benda itu di gantungan baju. Perempuan itu tidak menjawab dan hanya memandangi hujan yang jatuh lewat pintu. “Kau kenapa? Sakit?” Tanya laki-laki itu lagi. Perempuan itu menggeleng. Hujan selalu memberikan pengharapan padanya. Ia mencoba mengingat kembali hujan yang paling buruk yang pernah ia alami. Lelaki itu duduk setelah mengganti baju dan menaruh kopi panas ke atas meja. Perempuan itu masih melamun dan duduk melihat  jendela, tempias air hujan menimbulkan bayang-bayang di kaca. “Sudah sore begini. Kau mau makan apa?” Tanya Paul. Perempuan itu menggeleng. Lalu berkata lagi Paul, “Katakan sesuatu. Kenapa kau diam saja?”